Add caption |
Diam juga adalah sebentuk disiplin rohani. Menahan diri untuk mengurangi bicara juga adalah sebuah latihan.
Dallas Willard menulis, "Ketika kita bersama dengan orang lain yang kita tidak merasa aman bersamanya, kita menggunakan kata-kata untuk memperbaiki penampilan kita dan memperoleh persetujuan mereka. Jika tidak demikian kita takut kalau-kalau kebajikan kita mungkin tidak mendapatkan penghargaan yang selayaknya dan kekurangan-kekurangan kita mungkin akan tidak dipahami dengan semestinya. Dengan tidak berbicara, kita meletakkan seluruh keberadaan di hadapan Allah. Dan ini tidaklah mudah!"
Aku menyadari bahwa mulutku sering menjadi senjata berperang. Memenangkan argumentasi, meraih bendera kemenangan, menghancurkan lawan-lawan. Lidahku adalah alat untuk ku mengenggam mesias fana: pengakuan orang lain atasku, atau penerimaan mereka.
Oh Tuhan, ajar aku untuk belajar diam dan berkata-kata seperlunya. Lepaskan aku dari basa-basi yang munafik demi upaya menyenangkan orang lain.
Jujur saja, profesi sebagai rohaniwan menjadikanku mudah "berbicara" entah dengan motivasi benar atau salah. Profesiku memakai lidah. Dan lidah sering dipakai sebagai kosmetik untukku tampil rohani, baik, dan kudus. Padahal hatiku busuk, penuh intrik dan arogansi.
Tuhan, aku sudah menutup pintu
Di mana hiruk-pikuk dan gemuruh dunia
Tidak terdengar lagi;
Berbicaralah sekarang
Bisikkanlah kehendak-Mu
Di dalam batinku
Tuhan, aku sudah menutup pintu
Waktu aku jatuh
Waktu semuanya buntu
Waktu semuanya diam
Engkaulah keteguhanku
Kekuatanku diperbaharui.
Tuhan aku sudah menutup pintu
menanti tugas-Mu
Yang di dalamnya aku diundang berbagian
Yang melaluinya Engkau dinyatakan.
Tuhan aku sudah kembali membuka pintu
Dimana hiruk pikuk dan gemuruh dunia terdengar lagi;
Berdua dengan-Mu melangkah ke sana
Menghidupi kehendak-Mu
Bertekun dalam kekuatan-Mu
Menunaikan apa yang telah Kau tunaikan di hadapanku
Di balik pintu tertutup
Berdua dengan-Mu
Di balik pintu terbuka
Berdua dengan-Mu
Di dalam batinku
Di tubuh jasmaniku
Berdua dengan-Mu
Amin
(Doa ini diambil dari buku Pdt. Yohan Candawasa, Perjumpaan Dengan Salib Kristus 301-302)
Nothing to Hide. Nothing to Loose. Nothing to Proof.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar