Ken Blanchard, dalam Leading Like Jesus, memberikan kalimat menarik: seorang pemimpin harus tahu bahwa kepemimpinannya adalah titipan. Maka, menjadi seorang pemimpin harus siap sedia mencari pengganti. Juga, ketika diganti oleh orang lain. Entah dengan cara wajar dan positif, atau digantikan dengan cara yang kurang wajar, negatif dan memahitkan hati. Jadi, bagaimanapun caranya, seorang pemimpin harus siap digantikan. Karena kepemimpinan adalah titipan.
Karena
kepemimpinan adalah titipan. . . . bagaimana
kita menjalaninya adalah hal yang penting. . .
Hari-hari
ini, aku berusaha menyelesaikan buku Ruth Haley Barton, Strengthening The Soul of Your Leadership. Buku ini berbeda dengan
buku-buku tentang kepemimpinan lainnya yang banyak membicarakan tentang metode
dan prinsip kepemimpinan. Ruth Barton (penulis Invitation to Silence and Solitude dan Sacred Rhytims), mengurai bahwa yang lebih penting bagi seorang
pemimpin adalah pengembangan kekayaan jiwa. Soul.
Dan pengembangan kekayaan jiwa atau batiniah ini hanya bisa didapatkan dengan
pencarian hadirat Tuhan di tengah crucible
ministry (pelayanan yang penuh ujian dan pencobaan). Ruth Barton menulis dari perspektif
perjalanan kepemimpinan seorang Musa.
Aku
benar-benar terpikat buku ini. Selama ini aku bingung menjadi pemimpin yang
efektif, pemimpin yang bisa mengambil hati orang, lalu menggerakkan massa untuk
mencapai tujuan yang besar di depan sana. Padahal ada yang lebih penting dari
itu semua: mengalami Tuhan dan mengenal
Tuhan dengan lebih sungguh.
Bagian
terakhir adalah yang paling membuatku terharu. Ruth Barton mengisahkan Musa
yang sedang naik ke Gunung Nebo dan memandang tanah perjanjian yang dilarang
Allah untuk ia masuki. Menurut anda,
apakah Musa menjadi pemimpin yang gagal karena tidak masuk tanah perjanjian?
Ruth Barton memaparkan: Musa sudah mendapatkan bagian yang terbaiknya, Musa
mengalami Tuhan di Gunung Nebo itu. . . . for
Moses the presence of God was the Promised Land. Ah!
Musa
sadar bahwa kepemimpinan adalah titipan. Karena ia adalah titipan, Musa sadar
suatu saat ia akan kehilangan titipan itu. Menurutku, Musa adalah orang yang
siap dengan kehilangan. Ia kehilangan orangtuanya sejak masa muda, banyak hal
yang ia alami. . . .dan di setiap perkara ia mengalami Tuhan..
Ruth
Barton menutup bukunya dengan ajakan untuk menjadi seperti seorang Musa.
Pemimpin yang tidak sempurna. Tetapi Musa adalah pemimpin yang berdiam di hati
Allah, mengenal Allah sebagai sahabat dekat, memimpin dari kedalaman jiwanya,
yang otoritas kepemimpinannya bukan karena kehebatan berbicara, kedahsyatan
strategic planning, atau kepandaian mengerakkan massa, namun datang dari
keintiman dengan Tuhan. “A leader with strength of soul – one who
continually seeks God in the crucible of ministry and for that reason is able
to stay faithful to the call of God upon their life – to do small part – until God
calls them home.”
Tugas seorang pemimpin adalah terus
mencari wajah Tuhan, mengerti bagian kecil apa yang mereka harus lakukan dan
setia mengerjakannya sampai Tuhan mengambil titipan itu dari diri seorang
pemimpin.
Aku
jadi sadar, bisa saja Tuhan ambil titipannya dalam waktu yang panjang (10-20
tahun?) atau dalam waktu yang dekat (1tahun?).
Tugasku sekarang dalam menunggu pengambilan titipan itu adalah untuk
terus setia, mengerjakan bagian yang amat sangat super ultra kecil di dalam
pekerjaan Tuhan. . . . tanpa perlu terdistraksi dengan nilai-nilai
sekularisme..
Nothing
to hide. . .
Nothing
to proof. . .
Nothing
to loose. . .
Thankyou Pak Ishak Sukamto -SMC Jakarta- yang memberiku akses pada buku ini. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar