“Memang kamu nggak pernah punya perasaan sama seorang
pria satu pun?”
“Pernah dulu, sama temennya koko-ku, tapi ya nggak jadi. .”
“Trus, nggak pernah
lagi?”
“Pernah ditembaklah,
tapi ya aku tolak lah kak.”
“Kenapa gitu? Punya perasaan terancam yo?” Aku tahu
itu. Karena kau sering berkisah kepadaku tentang masa lalumu. Tentang
keluargamu. Tentang relasimu. Tentangmu.
Ilmu Pastoral Konseling yang kupelajari selama beberapa semester di
Seminari selalu bermanfaat ketika kita berusaha menjalin relasi dengan
seseorang.
“Iya kayaknya. Aku susah percaya sama cowok. Nggak merasa aman. Kata konselorku aku
selalu merasa ketakutan.”
“Wah, susah, tapi sekarang? Bukannya lagi deket sama
seseorang?”
“Mana ada?”
“alaaah, ga
usah disembunyiin deh, aku tau matamu.”
“Mataku kenapa?”
“Matamu yang selalu terpesona ketika berbicara
dengannya, dan rasa penasaranmu ketika mendengar namanya, kamu yang begitu
berbeda ketika ia ada.”
“Hmmm. Ga tau deh.”
“Jatuh cinta nggak papa kok.”
“Gitu ya? Tapi aku takut.”
“Iya. Tanya Tuhan yang penting.” Aku tersenyum sembari
berlagak gagah, padahal saat mengatakan ini hatiku gelisah gundah. Aku takut
aku harus melepaskanmu supaya kamu bisa bersamanya. Aku takut aku tak bisa lagi
melindungimu karena kau memilih dilindungi yang lain.
“Oke deh. Kakak doakan aku yah? Aku takut. Karena
banyak orang bagus di luarnya, tetapi di dalamnya mengecewakan.”
“Yah, itulah, makanya hati-hati, kenallah seseorang
sampai kamu benar-benar mengenalnya.”
“Bener. Ya sekarang lagi kenal-kenal aja sih Kak. Kalau
Tuhan mau aku jadian ya jadian. Kalau enggak ya nanti deh liat.” Saat itu aku
tahu. Kamu mencintainya.
“Oke. Nah sekarang, Selamat kuliah ya.” Lalu aku pergi
meninggalkanmu melangkah menuju perpustakaan seberang kelas tempatmu kuliah,
dengan langkah-langkah yang begitu berat.
Sampai di meja tempatku belajar, hatiku terasa
berlobang, tiba-tiba aku mataku perih, jadi ini rasanya patah hati. Ketika
seseorang yang ingin kau lindungi dengan segenap hidupmu, menautkan hatinya
pada yang lain. Ketika kau harus menyerah pada perasaanmu ini dan memilih untuk
berlogika. Kututup laptopku dengan kasar. Kuringkas semua barang. Kutinggalkan
perpustakaan, dengan hati yang begitu berat. Aku masuk kamar lebih cepat untuk
bisa segera menangis. Malam itu aku tak
bisa tidur sampai subuh, hatiku benar-benar hancur.
Cinta selalu punya dua sisi. Menyenangkan karena kita
akan berdansa dengan perasaan-perasaan yang membuat dunia selalu penuh dengan
bunga, matahari dan kesenangan-kesenangan. Menghancurkan ketika hati tak
terpilih, dan kita akan menjerit pedih dalam kesendirian duka, tak ada siapapun
di dalam lubang yang gelap ini. Hanya ada aku sendiri, bertahan untuk tidak
mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar