Di penghujung tahun ini, saya ingin memulai menulis refleksi saya
berkaitan dengan pelayanan kaum muda di masa kini. Memang saya sendiri baru
terjun ke lapangan sebagai pelayan penuh waktu setahun ini. Dua tahun jika
dihitung sejak masa praktik setahun, jadi mungkin bagi banyak orang, saya belumlah berpengalaman, cupu, dan.. . . ah apa istilahnya tuh dalam bahasa mandarin?
Ah, Saya jelas bukan orang yang sempurna,
tetapi saya ingin membagikan apa yang saya dapatkan, baik melalui pembacaan
buku atau pengalaman saya selama waktu yang bisa disebut tahapan pemula ini. Semoga pembaca mendapat berkat ya...
Di bagian pertama ini, saya mau bilang yang pertama: YouthWorker (pengerja kaum muda) itu
haruslah berdasarkan panggilan dan beban.
Astri Sinaga, dosen STT Amanat
Agung, mengatakan bahwa salah satu
tantangan dalam pelayanan kaum muda adalah datang dari dalam diri pelayan kaum
muda.[1]
Saya kutip hasil penelitian Sinaga terhadap beberapa pelayan kaum muda gereja
di Jakarta:
“Responden yang melihat bahwa tantangan terbesar adalah dirinya sendiri, ketika ditanyai lebih lanjut, mengungkapkan bahwa mereka sendiri sebenarnya tidak punya panggilan yang khusus di dalam pelayanan kaum muda. Mereka melayani kaum muda lebih karena gereja menempatkan gereja di sana, padahal sesungguhnya pelayanan kaum muda bukanlah minat mereka yang paling utama. Inilah alasan yang menyebabkan tidak ada perjuangan dan pengorbanan ketika melihat adanya keterbatasan waktu. Nampaknya gereja pun tidak terlalu memperhatikan apakah seseorang memiliki gairah dan minat dalam pelayanan kaum muda sehingga dia ditempatkan di pelayanan itu. Gereja mengangkat dan menempatkan seseorang untuk melayani di kaum muda, tapi sesungguhnya gereja sendiri tidak memiliki visi atau tujuan secara khusus tentang mengapa mereka perlu merekrut seorang hamba Tuhan untuk kaum muda.”[2]
Pelayanan kaum muda-remaja
bukanlah pelayanan yang mudah (sama semua pelayanan yang lain, itu adalah
padang kurusetra tempat palagan baterayuda antara pandawa-kurawa dilakukan,
sulit!). Kita butuh banyak waktu untuk memahami, mendengarkan dan menemani
mereka. Kita butuh waktu untuk nonton, pergi outing, makan bareng, lalu juga
membaca literatur kekinian tentang apa yang anak muda sukai. Gak mungkin kita
bisa nyambung dengan mereka kalau kita tidak melakukan itu. Suatu kali seorang
teman yang melayani remaja berkata kepada saya: “Gila Wan, bête gue sama anak
remaja, labilnya minta ampun.” Yah, itulah remaja, itulah kaum muda. Nah, apa
yang membuat kita bisa bertahan di tengah kesulitan itu? Passion! Panggilan! Kejelasan bahwa Allah memanggil kita pergi ke
area itu adalah fondasi paling ultim, tembok paling kuat, atap paling ketat
yang menjaga rumah pelayanan kita dari burn
out, sakit hati, dan segala racun kepemimpinan-pelayanan lainnya.
Jadi ini saran saya bagi mereka
yang saat ini sedang melayani pemuda/remaja: segera keluar dari pelayanan itu kalau anda tidak punya panggilan
khusus dan spesifik disana! Anda hanya akan menyusahkan diri anda sendiri, dan
tentu saja, akan dengan mudah menelantarkan anak muda-remaja yang dipercayakan
kepada anda.
Lalu saran saya kepada para
pemimpin gereja: tolong, kalau merekrut
hamba Tuhan khusus remaja-pemuda, Tanya dulu apa yang menjadi passion-nya! Jangan sampai passion orang itu di area yang
lain (sekolah minggu, literature, etc) tapi anda masukkan ke pelayanan kaum
muda-remaja. Itu sama dengan menaruh guru matematika di kelas agama: bunuh
diri.
Sekarang saat ini saya melayani
di KPR GKI Pregolan Bunder, secara khusus sebagai Pembina remaja. Bukan hal
yang mudah, kadang-kadang (atau sering) saya juga lelah mendampingin anak2
remaja yang labil, punya sedikit sekali ketertarikan terhadap hal spiritual,
instan, mudah emosian, wah banyak deh kesusahannya. Tetapi belakangan saya
bertanya kepada diri saya: apa yang akan membuatku bertahan? Passion! Panggilan! Saya tahu beberapa
tahun yang lalu waktu memutuskan masuk Seminari, area pelayanan saya Cuma satu:
pemuda-remaja. Kalau pun ada literature, itu hanyalah tambahan keahlian yang Tuhan
anugerahkan untuk mendukung panggilan utama saya.
Kalau ditanya apa visi hidup
saya, saya jawab dengan jelas: memuridkan sebanyak mungkin anak muda Kristen
supaya mereka berdampak bagi transformasi bangsa ini. Maka misinya adalah
jelas: (1) menempati posisi/jabatan strategis dalam pelayanan yang berhubungan
langsung dengan pemuda-remaja (2) menulis literature tentang pelayanan,
spiritualitas, dan budaya kaum muda-remaja (3) mementor secara langsung kader2
pemuda-remaja terbaik (4) terlibat dalam diskusi social-politik-ekonomi-agama-budaya-militer-sejarah
Indonesia sebagai bagian untuk transfer visi kepada anak muda.
Nah itu saya,
bagaimana dengan anda? Dan apa yang akan anda lakukan? Obrolan dan diskusi terbuka dengan saya amat dinanti, silahkan kontak by Facebook : Himawan Teguh Pambudi.
Soli Deo Gloria!
[1]“Pelayan
Kaum Muda dalam Tantangan dan Kesulitan,” Jurnal
Youth Ministry Vol. 2. No. 1, Mei 2014, 10-11
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus