Tadi pagi, di tengah insomnia yang parah dan akut banget, tiba-tiba ada chat masuk via whatsapp dari seorang sahabat dan bertanya “Wan, maksudnya Lukas 9:62 apa?” Dan aku terdiam, heran, sembari berpikir kenapa sering sekali anak-anak muda ini galau sampai dini hari, baca Alkitab dan kemudian bertanya hal-hal yang “mengejutkan dan tidak pernah terpikirkan seorang sarjana Alkitab.” [Hal yang sama juga sering dilakukan oleh seorang teman yang sekarang sedang studi S-3 di Singapore, juga beberapa teman yang lain di luar kota. Well, guys, jangan berhenti untuk bertanya! :p]
Tapi aku selalu bersukacita ketika ada mereka yang menanyakan sesuatu tentang firman Tuhan dan aku belum bisa menjawabnya seketika itu juga, itu berarti aku harus mencari jawaban, dimana itu berarti juga aku harus bersiap untuk mendapatkan harta berharga yang begitu banyak terpendam dalam kata-kata firman Tuhan! Hehehehe
Nah, sekarang, tulisan ini bukan sebuah risalah teologis atau tafsiran teknis seorang sarjana teologi, tapi sekadar catatan studi singkat yang bermaksud menjawab pertanyaan di atas. Aku akan membaginya dalam bagian-bagian kecil,
Konteks Perikop
Nats 9:62 ini terletak dalam kisah Yesus yang sudah mengarahkan diri ke Yerusalem, tempat penderitaan-Nya dan penganiayaan-Nya (9:51). Lalu, percakapan yang terjadi adalah Yesus dengan murid-muridNya (ay. 57). Kemungkinan besar, “murid-murid” di sini merujuk pada sekumpulan orang banyak yang mengikut Yesus kemanapun Ia pergi. Topik utama yang dengan gamblang menjadi perhatian perikop 9:57-62 jelas adalah tema “Mengikut Yesus.” Kata “ikut” diulangi tiga kali dalam setiap percakapan antara Yesus dan seseorang yang mau mengikut Dia memperlihatkan topik ini adalah topik utama! Oke, well. Apa yang dimaksud Lukas 9:62?
Dan seorang lagi berkata: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (ay. 61)
Rasanya kita perlu tahu terlebih dahulu soal orang ketiga yang berbicara ini. Kalau diperhatikan, formulasi dari kalimat orang ketiga ini sebenarnya sama dengan formulasi kalimat dari orang kedua yaitu: (1) Pernyataan/Ajakan untuk ikut Yesus (2) Izin untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu. Lalu jawaban Yesus juga sama (3) Penolakan terhadap permintaan orang tersebut dengan mencantumkan referensi tentang “Kerajaan Allah.”
Menarik bahwa sebenarnya, “pamitan terlebih dahulu dengan keluarga” adalah sebuah hal yang wajar dalam pemikiran orang Yahudi. “Menghormati orangtua” adalah soal penting yang perlu diperhatikan oleh tiap orang Yahudi. Bahkan, kalau kita ingat kisah Elisa yang merespons panggilan Elia dalam 1 Raja-raja 19:19-21, Elisa juga mengungkapkan ingin pulang dulu ke rumah orangtuanya sebelum pergi mengikut Elia. Tetapi, rupa-rupanya, Yesus berbeda! Panggilan memberitakan kerajaan Allah dan mengikut Dia adalah panggilan yang tidak bisa ditunda-tunda, memperlihatkan kepentingan yang sangat besar dalam situasi yang ada!
“Tetapi Yesus berkata: Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.”
Kata “tetapi” jelas adalah sebuah pengontrasan sekaligus konfrontasi terhadap permintaan orang ketiga tersebut. Jawaban Yesus ini adalah sebuah peringatan yang keras. Darell Bock berkomentar: “Jesus’ reply is really a warning, since he sees a danger in the request. One may follow him initially, only to long for the old life later. Such looking back does not promote spiritual health. If one is going to follow Jesus, one needs to keep following him and not look back. Jesus’ reply here is not so much a refusal as it is a warning.”
Mungkin kita lebih paham kalau kita juga mengingat bahwa bangsa Israel pernah menoleh ke belakang setelah mereka mengalami keluaran dari Mesir (Keluaran 16:3). Istri Lot juga melihat ke belakang setelah keluar dari Sodom (Kejadian 19:26). Dan “melihat ke belakang” dalam kisah-kisah itu menunjukkan ketidakpercayaan terhadap Allah sebagai pribadi yang berkuasa dan memelihara hidup mereka. “Melihat ke belakang” dalam kisah-kisah itu berarti melihat hidup lama, comfort zone, pencapaian yang telah mereka miliki!
Jadi, permintaan “pamitan dahulu” untuk farewell party dengan keluarga bisa dipahami sebagai “keinginan yang masih ada di dalam diri kita untuk tetap berada dalam kehidupan yang lama yang kita miliki sebelum kita mengikut Yesus.”
Padahal, jelaslah bahwa “to follow Jesus means to not look back to the way life was before one came to follow him.”
Metafora “membajak” adalah metafora yang sangat familiar bagi orang Yahudi di Palestina, karena negeri itu adalah negeri agraris. Uniknya, tanah Palestina bukanlah tanah yang datar dan mudah untuk dibajak, tetapi tanah di sana tidaklah rata. Maka, apabila seorang pembajak menoleh ke belakang, maka ia tidak akan bisa fokus mengikuti petani yang sedang menyebar benih tanaman sesuai dengan alur atau lajur tanah yang disediakan.
Dapat disimpulkan: “Discipleship demands attention to the rough road before us. To look back risks being knocked off course.” Menoleh ke belakang hanya akan membuat kita kehilangan fokus terhadap pekerjaan yang Tuhan ingin kita lakukan.
Dapat disimpulkan: “Discipleship demands attention to the rough road before us. To look back risks being knocked off course.” Menoleh ke belakang hanya akan membuat kita kehilangan fokus terhadap pekerjaan yang Tuhan ingin kita lakukan.
So, apa maksud dari Lukas 9:62?
1. Jangan menoleh ke belakang: jangan memberikan fokus kepada hal-hal yang dulu menjadi perhatian utama kita. Uang, karier, prestasi akademis, popularitas, segala sesuatu yang adalah comfort zone kita, karena sungguh, hal-hal itu dapat membuat kita mencoba untuk in control bagi kehidupan kita sendiri. Soal “menoleh ke belakang” menurutku juga termasuk pola hidup dan gaya hidup lama sebelum kita mengikrarkan diri menjadi pengikut Kristus: dosa-dosa kita dan kecanduan-kecanduan kita.
2. Fokuslah pada bajakan “untuk kerajaan Allah.”: Fokuslah pada apa yang Allah inginkan dan kehendaki untuk Ia genapi melaluimu. Setiap kita punya panggilan masing-masing dan peran masing-masing untuk kerajaan Allah. Ada karya Allah yang begitu besar yang sedang Ia kerjakan sejak kematian dan kebangkitan Yesus yang pernah terjadi dalam sejarah ribuan tahun yang lalu, yaitu transformasi dunia ini. Setiap kita yang “mengikut Dia” berarti dipanggil dalam kasih karunia-Nya untuk terlibat dalam transformasi itu! So, mari fokus membajak dalam kerajaan Allah, apa yang kita temui untuk kita kerjakan, mari kita laksanakan dengan setia, karena kita adalah “hamba-hamba yang tidak berguna, hanya melakukan apa yang harus kita lakukan” (dialihbahasakan dari Lukas 17:10).
Dietrich Boenhoeffer pernah berkata:
“Terlalu melekat kepada keinginan-keinginan kita dapat mencegah kita untuk menjadi apa yang seharusnya dan dapat kita capai.”
Ditegaskan pula oleh Charles Ringma:
“Kita harus belajar melepaskan, sekalipun itu berarti kita harus menderita sedikit. Melepaskan yang salah dan tidak berguna akan membuat kita bebas untuk meraih peluang-peluang baru, karena tindakan itu menciptakan kekosongan yang dapat diisi dengan hal-hal yang lebih baik.”
Sungguh, dua kalimat yang menghentakku berulang-ulang kali itu, adalah sebuah kebenaran. Mengikut Kristus adalah soal menggenggam apa yang Tuhan Yesus ingin kita genggam, dan melepaskan apa yang Tuhan minta untuk kita lepaskan. Ya, meskipun itu sungguh-sungguh amat menyakitkan. Tapi apa yang lebih indah, daripada mengikut Yesus dan taat pada suara-Nya?
Prayer of Confession & Commitment
(based on Matthew 16: 21-28)
Merciful God,
You call us to follow;
to turn away from our own selfish interests,
and to take up our cross and follow after You,
even if the path is difficult to see,
or is heading in a direction we would never have chosen for ourselves.
Forgive us for being so quick to question
and so hesitant to follow.
Help us to see with the eyes of faith,
rather than from our own human point of view.
Teach us to follow without fear,
knowing that You are always with us,
leading the way.
Amen.
*Pada sebuah pagi yang begitu sepi. Pregolan Bunder 36.
Ditulis khusus untuk (1) Melviana Aurelia, sahabat pemuda di GKI Pregbun. (2) Juga mengingat kepada KTB Pniel: Hendra Fongaja, Anthony Chandra, dan Daniel Simanjutak. Kini kami tersebar di penjuru bangsa ini: Surabaya, Jakarta, Papua, Makassar, kiranya kita fokus membajak bagi kerajaan Allah, dan tak menoleh ke belakang.
Bagus, sungguh memberkati dan menginsprasiku untuk tetap setia pada kerajaan Allah. Thx himawan.
BalasHapus