Pendahuluan
Saya jadi ingat
sebuah film di tahun 2011, yang baru saya tonton belakangan ini: Mission
Impossible: Ghost Protocol. Film ini menceritakan tentang agen Ethan Hunt,
yang diperankan aktor ganteng Tom Cruise.
Agen Ethan yang dibebaskan dari sebuah penjara di Istanbul, dituaskan
untuk menghentikan proyek perang nuklir, yang hendak dimulai oleh Cobalt, atau
Kurt Hendrick. Seperti biasa, ada tembok-tembok ketidakmungkinan yang menghadang
langkah penyelesaian misi Agen Ethan. Misalnya, ketika ia sedang nyamar di Kremlin,
ternyata disadap, akhirnya misinya gagal dan tersendat. Atau tiba-tiba, saat
melakukan operasi memanjat dinding, alatnya rusak. Ada banyak
penghalang-penghalang, yang seolah-olah membuat misi menjadi impossible, misi yang penuh dengan
ketidakmungkinan. Tetapi sebuah film, kayaknya,
selalu happy ending: misi selesai,
roket nuklir yang sudah meluncur pun meledak di atas udara, bukan di New York.
Agen Ethan tampil menjadi seorang pahlawan yang mengubah ketidakmungkinan,
menjadi kemungkinan.
Sesungguhnya, hidup
kita mirip kisah hidup agen Ethant. Kita punya misi, kita punya tujuan yang
harus kita capai, impian, cita-cita, harapan, dan banyak hal yang hendak kita
tuju di depan sana. Masalahnya, hidup
anda dan saya, seringkali diperhadapkan dengan tembok-tembok ketidakmungkinan. Entah itu dari luar, atau dari dalam diri kita. Hal
yang ingin saya sampaikan adalah
Sebagai anak-anak Tuhan, kita
sanggup mengubah ketidakmungkinan menjadi sebuah kemungkinan, Mission I’m-possible.
Apa sih
tembok-tembok ketidakmungkinan yang biasanya hadir dalam hidup kita? Ia bisa
jadi masalah dalam diri kita, atau situasi di luar diri kita!
Sekarang
pertanyaannya: Bagaimana mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan?
1.
Hidup
dalam keintiman atau kedekatan dengan Allah
Penjelasan
Dalam perikop
Matius 21 ini Yesus menghadapi tembok ketidakmungkinan yang dialami oleh murid-muridNya.
Ketika Tuhan Yesus mengutuk pohon ara supaya tidak berbuah, dan itu terjadi,
murid2nya bertanya “bagaimana mungkin?” Sebuah pertanyaan yang juga selalu hadir dalam hidup kita,
kalau kita terpentok tembok ketidakmungkinan. “Emang bisa ya?” “mosok iso”
adalah frasa-frasa yang sesinonim dengan frasa “bagaimana mungkin,” dimana dalam
frasa ini tersirat ketidak percayaan, keraguan, dan kebimbangan.
Menerobos
tembok ketidakmungkinan itu, Yesus pun berkata lantang “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang,
kamu bukan saja akan dapat berkata apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu,
tetapi jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke
dalam laut! Hal itu akan terjadi.” Ide tentang memindahkan gunung adalah sebuah
gambaran atau metafora tentang hal yang tidak mungkin dilakukan, Tuhan Yesus
memakainya sebagai ungkapan bahwa itu pun bisa dilakukan.
Lalu Tuhan
Yesus melanjutkan “dan apa saja yang kamu
minta dalam doa” apa yang terkandung dalam kalimat ini? Kalimat ini berisi
kerinduan Yesus agar para muridnya itu berdoa, kalau mereka menghadapi tembok
ketidakmungkinan, maka yang paling baik adalah hidup dalam doa, artinya hidup
dalam keintiman dengan Allah. Artinya, mengubah ketidakmungkinan menjadi
kemungkinan, selalu dimulai dengan memiliki hidup yang berdoa. *
Kenapa saya
mengubah bahasanya “hidup dalam doa” dengan “hidup dalam keintiman dengan
Allah?” Karena, seringkali konsep berpikir kita tentang doa adalah sebagai sesuatu
hal yang sangat membosankan, garing
dan boring. Setuju nggak? Kalau doa syafaat di hari minggu
kan, pasti pikiran kita kemana-mana. Jujur saja, saya juga mengalami hal itu kok. Doa, bagi sebagian besar orang
Kristen adalah suatu hal yang tidak lagi menarik. Padahal butuhnya jelas. Nah, karena itu, supaya lebih mudah merevitalisasi
serta membangkitkan spiritualitas kita serta supaya lebih menarik, doa itu saya
gantikan dengan hidup dalam keintiman dengan Allah. Intim. Dan bagi Tuhan
Yesus, masalah doa dan masalah keintiman dengan Allah ini adalah masalah
penting. Makanya Tuhan ngajarin
tentang Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus juga pernah negur murid-muridnya, yang
ketika di Getsemani, tidak sanggup berjaga2 utk berdoa bersamanya.
Lebih lanjut
perlu kita pahami lagi bahwa inti hidup kekristenan itu sebenarnya adalah
relasi. Klo kita berelasi dengan seseorang, pacarmu misalnya, tentu indah kan klo ketemu, gandengan tangan, ngobrol,
tatap mata, dia ada masalah kamu dengerin, kamu ada masalah bahunya tersedia. Ciyeh, kalau kayak gitu kan rasanya
dunia ini indah, cuma milik berdua. “Jalanan boleh banjir asalkan aku mendayung
perahu bersama kekasihku.” Relasi yang intim itu indah bukan? Nah, seharusnya
demikian juga hidup kita bersama dengan Tuhan: relasi yang deket, intim, dimana
dari pagi sampai malam, kita hidup bergaul dengan Dia. Itulah hidup dalam doa. Maka, kalau hidup kita
demikian, tembok ketidakmungkinan apa pun yang menghadang kita, akan kita ubah
menjadi kemungkinan demi kemungkinan, lha wong
kekasih kita loh Allah Pencipta langit dan bumi.
Kalau lihat
kesaksian Alkitab, orang-orang yang menembus tembok ketidakmungkinan dan
mengubahnya menjadi kemungkinan, orang2 yang im-possible, adalah orang-orang yang memiliki kehidupan doa,
memiliki keintiman dengan Allah. Sebut saja: Hana, dari yang tidakmungkin punya
anak, jadi mungkin punya anak, yaitu Samuel. Daniel, yang tidak mungkin selamat
dari mulut singa, mungkin selamat. Daud, si anak bungsu yang kecil, yang tidak
mungkin jadi Raja Israel, mungkin jadi raja, dia punya beragam Mazmur yang
indah. Tuhan Yesus? Si Miskin dari Nazaret, tidak mungkin rasanya menjadi
juruselamat, tetapi Ia sendiri intim dengan Bapa di surga, dan mungkinlah Dia
menjadi juruselamat kita. Mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan, selalu
dimulai dengan hidup yang berdoa, intim dengan Allah.
Yakobus 4:2
berkata “Kamu tidak memperoleh apa-apa
karena kamu tidak berdoa” atau dalam bahasa saya: kamu nggak bisa apa-apa,
karena kamu nggak punya hidup yang dekat dengan Tuhan.
Ilustrasi
Ada
sebuah kisah mengenai George Muller, seorang raksasa iman dari Inggris, dimana
ia mempunyai
sebuah pelayanan panti asuhan yang besar.
Di suatu pagi, waktu itu adalah waktu makan pagi, dan di sana tidak ada
makanan sama sekali. Persediaan makanan mereka habis tepat pada malam sebelumnya. Seorang anak asuh George Muller datang kedepannya, dan Muller
memegang tangannya lalu berkata, “datang dan mari lihatlah apa yang Bapa kita
akan lakukan.” Di ruang makan, meja yang panjang telah dipasang dengan piring
yang kosong dan cangkir yang kosong. Tidak ada makanan di dapur, dan juga tidak
ada uang di akun rumah itu. Muller berdoa, “Dear Father, Ya Bapa, kami bersyukur
kepadaMu bagi apa yang Engkau berikan untuk kami makan.” Kemudian, usai berdoa,
mereka mendengar ketukan di pintu.
Ketika mereka membukanya, mereka melihat tukang roti berdiri di hadapan
mereka. Ia berkata: “Mr. Mueller, saya tidak bisa tidur semalam. Entah mengapa,
saya merasa bahwa engkau tidak ada roti untuk makan pagi ini, maka dari itu
saya bangun jam 2 pagi, dan membuat roti yang baru. Inilah untuk kalian.” Muller pun berterimakasih padanya dan
mengucap syukur pada Allah. Tidak lama setelah itu, ada ketukan kedua yang
mereka dengar. Ternyata itu adalah tukang susu.
Kereta yang dipakainya untuk berjualan terjatuh di depan panti asuhan
itu. Lalu dia berkata bahwa ia ingin
memberikan anak2 itu susu itu sehihingga ia bisa membawa kereta yang kosong dan
dengan mudah memperbaikinya. Kisah yang
indah bukan mengenai hidup yang
sanggup mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan. Yang dimulai dengan doa dan keintiman dengan
Allah.
Aplikasi
Saya yakin
setiap kita memiliki apa yang namanya tembok ketidakmungkinan, sesuatu yang
membuat diri kita berkata “bagaimana
mungkin.” Sesuatu yang membuat kita pesimis, bermalas-malasan, enggan
menghadapi tugas dan kewajiban kita. Tembok ketidakmungkinan itu bisa saja
berasal dari dalam, masalah kepribadian kita. Atau, tembok ketidakmungkinan itu
berasal dari luar, situasi atau keadaan hidup kita. Misalnya saya, tembok
ketidakmungkinan saya adalah saya dari dulu, selalu punya perasaan inferiority alias minderan. Ketika minderan ini menguasai: kayake nggak mungkin deh bisa khotbah,
kayake nggak mungkin deh melayani. Akhirnya, saya tidak bisa berkembang,
sebelum Tuhan memulihkan rasa percaya diri.
Dan perubahan itu, dimulai dengan saya yang mulai kenal diri saya di
dalam Tuhan: adanya hubungan intim dalam doa dan firman.
Karena itu
milikilah hidup yang intim dengan Allah. Kalau hidupmu berelasi dekat dengan Dia, Ia akan
memberi kekuatan baru, semangat untuk menjalani kegiatan sehari-hari, karena
engkau menjalaninya tidak sendirian, tetapi bersama dengan Dia. Doa juga akan membuat kita melihat kemungkinan2 yang
Tuhan telah sediakan dalam hidup kita. Doa akan menguatkanmu ketika studi
sedang sulit. Doa akan menenangkanmu ketika hatimu begitu kuatir. Doa akan
membuatmu merasa tenteram walau ditengah badai, tenang walau segala sesuatu
sedang chaos. Doa akan membuatmu
mampu mengubah ketidakmungkinan yang menguasai dirimu: ketidakmampuan akademis,
ketidakmampuan ekonomi, diri yang merasa tidak sanggup, tetapi di dalam dan
bersama dengan Tuhan, engkau akan mengubah itu semua menjadi sebuah
kemungkinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar