Senin, 29 Juni 2015

Aku merindu!

Karena Ranu Kumbolo adalah kamu!
Aku merindu!

Memandang secara langsung mata belok yang elok berbinar dengan sejuta pesona cahaya kemanjaan. Video call dan foto-foto itu antibiotik murahan, karena toh  mereka cuma mampu menunda aku dirudung sakit ini, tak pernah secara serius menyembuhkan virus kangen yang tak terpermaikan ini.  Obatku cuma satu: kehadiranmu!


Aku merindu!

Menggandeng tangan lemah lembut itu. Karena ketika itulah neuron-neuron otakku mengirimkan informasi tentang sebuah perasaaan bangga.  Bangga ketika merasakan bagaimana diriku diberikan kesempatan untuk melindungi dan menawarkan kekuatanku. Bukankah panggilan seorang pria untuk mengamankan keindahan? Dan, bukankah kaulah keindahan yang paling indah yang mampu kutemukan di dalam ciptaan-Nya?


Aku merindu!

Pada pelukan-pelukan mesra romantis yang menimbulkan badai serotonin, dopamin, oxytocin menyapu sekujur pembuluh darahku. Itulah dimensi waktu dimana aku tak memandang kamu sebagai objek atau benda yang bisa dijajah serta dieksploitasi seenaknya. Namun sebagai subjek yang utuh yang kuhormati dengan kasih, cinta, sayang dan kemanusiawiaan yang sesungguhnya. Bersamamu, aku menjadi Marxist dalam tataran paling personal!


Aku merindu!

Jalan berdua bersama-sama tak mempedulikan manusia-manusia di sekelilingku. Sesungguhnya, berjalan bersamamu adalah petualangan yang paling mendebarkan yang pernah ada. Mungkin, seven summit adalah ide-ide usang dan gagasan dari mereka yang kesepian karena terlalu lama asyik sendiri.  

Semua jadi hilang kalau kau ada! Sajak-sajak Shakespeare menjadi sastra murahan yang layak masuk tong sampah karena toh aku sudah memiliki puisi terbaik di dunia ini: dirimu. Lukisan-lukisan Michelangelo dan DaVinci adalah sejarah yang tak perlu digubris karena toh wajahmu adalah lukisan semesta; pembuat sejarah yang merevolusi arah duniaku. Bach, Mozart, Chopin, The Beatles, Metallica seumpama tukang nyanyi di WC yang pantas dibunuh karena suaranya mengganggu pendengaranku, bukankah hanya suara dan denting tawamu yang sanggup kudengar?  Bahkan kemegahan konstelasi galaksi Bimasakti dan Adromeda hanyalah siput kecil tak berguna, bagiku kaulah rangkuman dari segala kemegahan itu! Ah, segala yang hebat di dunia ini bahkan di semesta ini, tak cukup berarti untuk menggantikan keberadaanmu di sampingku. Mungkin (dan seharusnya, ah, meskipun sebuah pergumulan untuk mengakuinya!) hanya Sang MahaCinta yang bisa mengalahkanmu.

Kau adalah bagaskaraku, langit biru yang menggaduh meneduhkan jiwa yang sudah lama menderita kesenderian. Kau laksana hujan deras yang menyapa tanah tandus yang gersang karena bertahun-tahun dihantui ketakutan untuk membangun sebuah ikatan. Kau adalah revolusi. Penggerak dari turbulensi. Pemuas dari dehidrasi. Penawar dari ekstaksi. Jawaban dari sebuah eksistensi. Mesias penyelamat sepi.


Ah, aku begitu merindu!






#NP "Long Distance" Bruno Mars

Untukmu!