Kamis, 19 Juni 2014

Pengalaman

Experience is not what happens to you;
it is what you do with what happens to you
 
-Aldous Huxley
 


Sabtu, 14 Juni 2014

Tentang Memberi dan Menerima

 



Firman Tuhan ngomong bahwa terlebih berbahagia memberi daripada menerima. Nah, aku mendapatkan pemahaman baru tentang teks ini baru-baru ini. Persoalannya begini, karena kita melihat bahwa memberi itu adalah “berbahagia.” Maka, kita, khususnya sebagai seorang hamba Tuhan, punya sidrom Mesianik yaitu “memberi.” Kita selalu ingin, entah kenapa, memberi sesuatu pada orang lain. Tentu saja, motivasinya baik dan benar adanya, namun ingat seringkali DOrongan SAya lebih besar dari DOrongan Allah.  Jadi sangat sering pemberian kita itu dibungkus oleh DOSA daripada DOA.  Kita memperhatikan jemaat, memberi ide-ide strategi pelayanan, berkhotbah, mengajar kelas katekisasi, memimpin rapat, sesungguhnya adalah sebuah pemberian. Namun, jujur saja, pemberian-pemberian kita suka ditungganggi kepentingan untuk diterima, kepentingan untuk diakui, kepentingan untuk dihormati. Bukankah hamba Tuhan itu adalah ahli kosmetik paling mumpuni? Berjubah rohani dan berdandan ilahi, namun hati penuh iri dan dengki?

Hari-hari ini aku sedang belajar untuk memberi dengan cara lain, yaitu memberi diri menerima masukan, memberi diri menerima  pelajaran dari orang lain, memberi diri menerima keadaan. Menerima itu ternyata, juga membutuhkan memberi, pada saat yang sama. Karena, tidak mungkin kita menerima kalau tangan kita tak terbuka dilandasi sikap hati memberi diri menampung berkat, perbaikan dan pembaharuan.

Ya, aku tahu aku ini orang yang sombong. Sok angkuh hebat dan tahu dalam banyak hal, maka aku berusaha terus menerus memberi, dan di belakang kepalaku tersimpul sebuah ideologi “Tuhan apa yang harus aku beri?” Padahal ada masa di mana ternyata yang Tuhan mau adalah aku menerima sesuatu, aku belajar sesuatu. Dan aku mau mengosongkan tanganku supaya aku leluasa menangkap berkat-berkat-Nya yang melimpah.

 

Tuhan tolong kami hamba-hambaMu, berada dekat salib-Mu, dicengkeram kasih karunia, supaya Yesus makin tampak, dan kami makin hilang, kecil, tak berarti.

Amin.

 

 

 

 

                                                               

Rabu, 11 Juni 2014

Dulu (Waktu Masih Mahasiswa) Dan Sekarang (Waktu Sudah Membajak Ladang)

Dulu waktu masih mahasiswa, kupikir mengerjakan tugas hermeneutik dengan membaca 10 tafsiran dan berbagai buku untuk dijadikan sebuah makalah eksegetikal sederhana adalah hal paling sulit sedunia. Sekarang waktu sudah membajak ladang ternyata membaca Alkitab sebagai sebuah makanan pokok bagi kehidupan rohani pribadi pun rasanya sulit setengah hidup.
 
 
Dulu waktu masih mahasiswa, kupikir berkhotbah di atas mimbar cangkir dengan penonton semua ahli Taurat adalah pekerjaan paling membuat lutut gemetar. Sekarang waktu sudah membajak ladang ternyata berkhotbah yang dimengerti oleh jemaat, dan masuk dalam hidup mereka itu lebih rumit dari yang pernah ku alami di kampus. Bayangkan saja, anak remaja yang antipati sama segala sesuatu berbentuk spiritual, lansia yang sudah kurang kuat secara fisik, pengusaha yang pandai dan kaya, orang miskin dan tak terlalu kuat secara ekonomi, semuanya butuh khotbah yang baik, berkualitas dan mendarat. Khotbah paling enak itu di kampus, percayalah padaku, soundnya bagus, kursinya enak, pendengarnya juga siapin hati untuk mau dibentuk firman Tuhan (paling banter mereka tertidur waktu khotbah hehhehe karena kelelahan atau memang pengkhotbahnya biking ngantuk).
 
 
Dulu waktu masih mahasiswa, kerja kelompok itu bikin jengkel, aku selalu berusaha sebaik mungkin, rajin dan bersemangat, eh ada saja teman sekelompok yang nyanyi-nyanyi main gitar di depan perpus dengan santai dan fals, saat aku sibuk riset dan menulis paper. Sekarang waktu di ladang ternyata bekerja bersama para pemimpin, aktivis, jemaat jauuuuhh lebih melelahkan, menyedot energy rohani-emosi-fisik-semua deh.
 
 
Dulu waktu masih mahasiswa, menjadi pemimpin sie acara kamp, mengkoordinasi satu bagian bidang akademik Senat Mahasiswa rasanya jadi pekerjaan organisasional yang menghabiskan waktu dan menggerogoti kalsium. Eh, sekarang waktu sudah membajak ladang, rapat-rapat strategis, komisi, panitia program tertentu malah berlipat kali ganda menghabiskan waktu dan bukan hanya menggerogoti kalsium, tapi kadang-kadang menyuntikkan racun berbahaya. Hahaha, hiperbolis dikit lah ya...
 
 
Dulu waktu masih mahasiswa, menjadi seorang introvert yang demen baca buku dan ngobrol hanya dengan orang terdekat menjadi keterasingan tersendiri. Ehhh, sekarang, waktu sudah membajak ladang, masih saja dituntut keadaan dan lingkunan untuk terus ketemu dengan orang banyak, ngobrol dengan orang banyak, dan berbasa-basi.
 
Btw, kalau aku terusin bakal jadi keluhan demi keluhan tanpa henti rupanya hehhehehe, kalau gitu lebih baik aku melihat apa yang tidak berubah dulu dan sekarang....
 
1. Kesetiaan dan anugerah Allah.. Selalu ada Allah yang setia menguatkan, memberikan kasih karunia kepada hamba-Nya untuk menyelesaikan satu demi satu pelayanan.  Dulu rasanya deadline demi deadline itu sudah paling memuakkan, menjengkelkan, melelahkan dan terlihat "gila ini apa mungkin ya bisa selesai."  Empat minggu ke depan nanti ada 4 camp yang aku layani, 1 camp yang aku ikut sebagai peserta, juga sedang mempersiapkan bahan pembinaan jemaat tentang introduksi PB, belum pelayanan katekisasi regular, mentoring dan lain sebagainya. Aku bukan mau sombong ya menulis ini, tapi rindu memperlihatkan betapa Dia setia menguatkan waktu aku lelah. Ia menghiburkan waktu aku susah (pelayanan nggak enak loh, pasti lah ya). Ia menuntun waktu aku hilang arah. Ya, Grace upon Grace itu nggak berhenti di seminari, tetapi juga terus berlanjut di bajakan ladang pelayanan yang pasti keras itu.
 
 
 
2. Pembelajaran dan didikan-Nya. Dulu aku waktu masih mahasiswa dapat banyak hal, ternyata sekarang juga dapat lebih banyak hal dari Tuhan! Mulai dari aku yang kurang berserah, gaya kepemimpinan yang harus kulengkapi, dosa-dosa yang masih membekap erat. Wah banyak! Maka sesungguhnya lagu Potter's Hand itu nggak hanya penyambutan mahasiswa baru saja kali ya, tetapi terus menerus tiap waktu, bagi kita yang dipanggil menjadi murid dan hamba, pembentukan Sang Tukang Periuk bagi kita bejana retak-hina-tak berharga berlangsung tiap detik.
 
 
Pada akhirnya, dulu waktu masih mahasiswa dan sekarang waktu sudah membajak ladang, hidup ini bukan tentangku tetapi tentang Allah, bukan tentang caraku, tapi tentang cara Allah, bukan kemenanganku tetapi tentang kemenangan Allah... tadi malam aku menulis puisi, kalau layak disebut puisi ya..
 
 
Yang penting kemajuan pelayanan, bukan kenyamanan diri
Yang penting banyak orang mendengar Firman, bukan aku dihormati orang
Yang penting Tuhan Yesus dirasakan hadir-Nya, aku disingkirkan tak mengapa
Yang penting berita kasih karunia itu dialami, aku nggak dianggep pun tak masalah
Yang penting Tuhan senang, aku taat saja
 
 
Beberapa waktu yang lalu aku berkunjung ke sebuah blog hamba Tuhan dan ia memberikan kalimat yang menarik: Penggembalaan bukan untuk seorang pengecut. Benar sekali! Pelayanan penuh waktu, entah dalam kategorial apa, bukan untuk seorang pengecut. Lalu untuk siapa? Untuk mereka yang mengasihi Allah dan jemaat-Nya!
 
Ada satu lagu yang teringat pagi ini, lagu ini adalah national anthem mahasiswa yang pergi weekend ke Desa di Kesamben, naek bus Bagong berbau busuk keringat campur  bau ternak hahahaha
Kemana saja, ku telah sedia, pimpinanMu tak akan pernah salah,
tolong ku taat memikul salib-Mu, Tuhan pimpinanMu sempurna
Dalam kota besar, atau dalam rimba, jiwa sama berharga di mataMu
tolong ku taat memikul salib-Mu, Tuhan pimpinanMu sempurna
Oh sungguh inilah doaku:
Tuhan, tolong lah semua hamba-hamba Tuhan yang membajak di ladang pelayanan dengan keras. Bri kan hati yang melekat terus kepada Engkau, sehingga mereka cukup di dalam Engkau. Mampu mengatasi permasalahan-permasalahan pastoral jemaat dengan kasih karunia semata-mata. Tarik mereka ketika mereka jauh dari firman-Mu.
Tuhan, tolong mahasiswa dan dosen-dosen di seminari. Mahasiswa adalah generasi yang akan meneruskan apa yang kami kerjakan di ladang saat ini. Tuhan pulihkan mereka yang terluka, Tuhan perlengkapi mereka yang masih kurang, Tuhan kuatkan mereka menjalani panggilan. Tuhan juga tolong dosen untuk mengerti apa isi hati Tuhan bagi generasi yang sedang dipersiapkan menjadi hamba Tuhan ini.
Tuhan, tolong majelis, aktivis, jemaat di mana pun juga, supaya makin rindu mencari Engkau dan cukup di dalam Engkau, mendapati Engkau yang paling berharga di tengah dunia ini...

Amin

Eh, ada satu lagi yang tak berubah dulu waktu masih mahasiswa dan sekarang ketika membajak ladang: jomblo, dan mengagumi 1 sosok yang sama LOL Hahahahahhaha ROTFL #galau #TheManWhoCantBeMoved

Minggu, 01 Juni 2014

Something Worth To Die For



kutipan dari seseorang Sosialis

Kita semua punya sesuatu yang hidup kita layak mati untuknya, something worth to die for.


 
Apa saja? Keluarga. Itu pasti. Kekasih. Ya, sangat wajar. Berapa banyak waktu kita habis untuk kekasih yang kita cintai. Profesi? Tentu, kalau tidak kita tak bisa makan kenyang. Kesenangan-kesenangan kita: drama korea, fotografi, nonton, musik favorit, buku, bersepeda, naik gunung, lukisan, dan segala macam hal menyenangkan diri kita.



 
Tetapi benarkah semua hal itu adalah passion yang sejati? Keluarga akan hilang ditelan waktu. Kekasih akan pergi pada saatnya, bahkan yang kita akui kekasih sejati pun akan dipisahkan oleh maut. Profesi akan raib sewaktu-waktu. Kesenangan-kesenangan kita pun seperti bunga yang mekar di pagi hari lalu lenyap di malam hari: sebentar saja.




 
Sesungguhnya, hanya kasih dari Kalvari-lah something worth to die for yang sejati, hakiki, dan kekal. Banyak orang hidup untuk nothing, padahal kita selalu rindu mati untuk something. Kehidupan, salib dan kebangkitan Kristus adalah metanarasi yang menyampaikan gagasan akbar: tentang misi Allah bagi restorasi ciptaan-Nya. Passion of Christ adalah kisah tentang seseorang yang mati untuk sesuatu. . . dan Ia mengundang kita juga untuk punya passion-Nya, passion mati bagi orang lain, mengerjakan gerakan pembaharuan bagi dunia ini, merekonsiliasi mereka yang berada dalam konflik, menyembuhkan mereka yang terluka, menuntun mereka yang kehilangan arah, menjaga mereka yang perlu dilindungi.

Jangan lihat jarinya, lihat kata-katanya... sesungguhnya itu kerinduan anak muda zaman ini
 


 

Aku gelisah, tak bisa tidur malam ini, belakangan ini sering mendengar cerita-cerita tentang upacara 17 tahunan anak SMA yang diwarnai dengan pornoisme, sekularisme, hedonisme, materialisme. Aku bertelut dan berdoa bagi generasi ini. Oh Tuhan, dunia merebut mereka dari Engkau, ampuni aku yang sering tak melakukan apa-apa. Tolong aku untuk menawarkan kehadiran, keintiman, transendesi Allah, bagi generasi ini. Bakar aku dengan passion dari Kalvari. Karena Engkaulah, something worth to die for.
 
 
 
*posting pertama pasca ribet2 Graduation di SAAT, STILL Youth All-Night Prayer Surabaya, dan persiapan-persiapan Camp Warrior of GOD KPR-nya Pregbund. Semuanya, acara-acara ini, pertemuan dengan orang-orang, makin meneguhkanku untuk doing something bagi generasi ini.  Jesus, help me, guide me, strengthen me!