Selasa, 25 November 2014

Karena Tak Bisa Lelap di Dini Hari


Ada kegelisahan yang utuh. Ketika manusia bertanya tentang tanda dan makna.

Saat neraca tak seimbang, saat malam dendam mengundang.

Adakah nafas yang terengah, juga jantung yang detaknya mulai enggan?

Marx menangisi pekerjaan, Derrida menertawakan bahasa.

Teolog menjual ketuhanan, kaum  ateis membeli rasionalitas yang tak rasional

Mereka hanyalah sekawanan tanda-tanda yang meringkas Sang Misteri dalam ruang-ruang sempit yang masih bisa dijangkau dan ditempati.

Bagiku manusia tidak lebih dari sebuah benda, jika kita tidak ragu, jika kita tidak mendendam, jika kita tidak iri hati, jika kita tidak percaya, jika kita tidak mengampuni, jika kita tidak welas asih.

Rasa-rasa itu adalah sebuah alasan yang menandai kita masih utuh, di dalam kegelisahan yang sama.



Akhir-akhir ini aku sangat susah tidur cepat, selalu di atas jam 12, kadang-kadang bekerja, kadang-kadang nggak jelas, seperti malam ini, sebenarnya jam 12 tadi aku sudah menutup lampu, mematikan segala sesuatu. Tapi entah kenapa tak bisa lelap sampai jam 2 pagi ini. Mau memikirkan strategi pelayanan rasanya tak mampu. Akhirnya posting tulisan lama ini, oke, inilah salah A GLORIFIED INSOMNIAC!!!

Pelayanan Pemuda-Remaja Masa Kini : Tentang YouthWorker (part 1)

Pendahuluan

Di penghujung tahun ini, saya ingin memulai menulis refleksi saya berkaitan dengan pelayanan kaum muda di masa kini.  Memang saya sendiri baru terjun ke lapangan sebagai pelayan penuh waktu setahun ini. Dua tahun jika dihitung sejak masa praktik setahun, jadi mungkin bagi banyak orang, saya belumlah berpengalaman, cupu, dan.. . .  ah apa istilahnya tuh dalam bahasa mandarin? 
Ah, Saya jelas bukan orang yang sempurna, tetapi saya ingin membagikan apa yang saya dapatkan, baik melalui pembacaan buku atau pengalaman saya selama waktu yang bisa disebut tahapan pemula ini. Semoga pembaca mendapat berkat ya...
 
 
Di bagian pertama ini, saya mau bilang yang pertama: YouthWorker (pengerja kaum muda) itu haruslah berdasarkan panggilan dan beban.
 
Astri Sinaga, dosen STT Amanat Agung,  mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam pelayanan kaum muda adalah datang dari dalam diri pelayan kaum muda.[1] Saya kutip hasil penelitian Sinaga terhadap beberapa pelayan kaum muda gereja di Jakarta:
“Responden yang melihat bahwa tantangan terbesar adalah dirinya sendiri, ketika ditanyai lebih lanjut, mengungkapkan bahwa mereka sendiri sebenarnya tidak punya panggilan yang khusus di dalam pelayanan kaum muda. Mereka melayani kaum muda lebih karena gereja menempatkan gereja di sana, padahal sesungguhnya pelayanan kaum muda bukanlah minat mereka yang paling utama. Inilah alasan yang menyebabkan tidak ada perjuangan dan pengorbanan ketika melihat adanya keterbatasan waktu. Nampaknya gereja pun tidak terlalu memperhatikan apakah seseorang memiliki gairah dan minat dalam pelayanan kaum muda sehingga dia ditempatkan di pelayanan itu. Gereja mengangkat dan menempatkan seseorang untuk melayani di kaum muda, tapi sesungguhnya gereja sendiri tidak memiliki visi atau tujuan secara khusus tentang mengapa mereka perlu merekrut seorang hamba Tuhan untuk kaum muda.”[2]
 
Pelayanan kaum muda-remaja bukanlah pelayanan yang mudah (sama semua pelayanan yang lain, itu adalah padang kurusetra tempat palagan baterayuda antara pandawa-kurawa dilakukan, sulit!). Kita butuh banyak waktu untuk memahami, mendengarkan dan menemani mereka. Kita butuh waktu untuk nonton, pergi outing, makan bareng, lalu juga membaca literatur kekinian tentang apa yang anak muda sukai. Gak mungkin kita bisa nyambung dengan mereka kalau kita tidak melakukan itu. Suatu kali seorang teman yang melayani remaja berkata kepada saya: “Gila Wan, bĂȘte gue sama anak remaja, labilnya minta ampun.” Yah, itulah remaja, itulah kaum muda. Nah, apa yang membuat kita bisa bertahan di tengah kesulitan itu? Passion! Panggilan! Kejelasan bahwa Allah memanggil kita pergi ke area itu adalah fondasi paling ultim, tembok paling kuat, atap paling ketat yang menjaga rumah pelayanan kita dari burn out, sakit hati, dan segala racun kepemimpinan-pelayanan lainnya.
Jadi ini saran saya bagi mereka yang saat ini sedang melayani pemuda/remaja: segera keluar dari pelayanan itu kalau anda tidak punya panggilan khusus dan spesifik disana! Anda hanya akan menyusahkan diri anda sendiri, dan tentu saja, akan dengan mudah menelantarkan anak muda-remaja yang dipercayakan kepada anda.
 
 
Lalu saran saya kepada para pemimpin gereja: tolong, kalau merekrut hamba Tuhan khusus remaja-pemuda, Tanya dulu apa yang menjadi passion-nya! Jangan sampai passion orang itu di area yang lain (sekolah minggu, literature, etc) tapi anda masukkan ke pelayanan kaum muda-remaja. Itu sama dengan menaruh guru matematika di kelas agama: bunuh diri.
 
 
Sekarang saat ini saya melayani di KPR GKI Pregolan Bunder, secara khusus sebagai Pembina remaja. Bukan hal yang mudah, kadang-kadang (atau sering) saya juga lelah mendampingin anak2 remaja yang labil, punya sedikit sekali ketertarikan terhadap hal spiritual, instan, mudah emosian, wah banyak deh kesusahannya. Tetapi belakangan saya bertanya kepada diri saya: apa yang akan membuatku bertahan? Passion! Panggilan! Saya tahu beberapa tahun yang lalu waktu memutuskan masuk Seminari, area pelayanan saya Cuma satu: pemuda-remaja. Kalau pun ada literature, itu hanyalah tambahan keahlian yang Tuhan anugerahkan untuk mendukung panggilan utama saya.
 
Kalau ditanya apa visi hidup saya, saya jawab dengan jelas: memuridkan sebanyak mungkin anak muda Kristen supaya mereka berdampak bagi transformasi bangsa ini. Maka misinya adalah jelas: (1) menempati posisi/jabatan strategis dalam pelayanan yang berhubungan langsung dengan pemuda-remaja (2) menulis literature tentang pelayanan, spiritualitas, dan budaya kaum muda-remaja (3) mementor secara langsung kader2 pemuda-remaja terbaik (4) terlibat dalam diskusi social-politik-ekonomi-agama-budaya-militer-sejarah Indonesia sebagai bagian untuk transfer visi kepada anak muda.
 
Nah itu saya, bagaimana dengan anda? Dan apa yang akan anda lakukan? Obrolan dan diskusi terbuka dengan saya amat dinanti, silahkan kontak by Facebook : Himawan Teguh Pambudi.
 
Soli Deo Gloria!


[1]“Pelayan Kaum Muda dalam Tantangan dan Kesulitan,” Jurnal Youth Ministry Vol. 2. No. 1, Mei 2014, 10-11
[2] Ibid.

Kamis, 06 November 2014

Corat-coret Eksistensi

Human Existence - What, Why, Who?

Aku ingin menembus ruang dan waktu untuk menjumpaimu. Bahkan kalau mampu, aku mau memutarbalikkan semesta untuk sejumput kenikmatan yang aku rasakan saat memandang titik hitam di tengah-tengah bola matamu. Karena sebenarnya, aku butuh pengakuan yang bermertamorfosis menjadi keangkuhan ketika mendaku sebagai pelindung yang rupawan di hadapanmu. Oh sungguh, tanpa memelukmu, serta merta duniaku laksana bumi yang menua ini, sakit, sepi dan kalah.  Bukankah kau adalah pusaran lubang hitam yang menarik partikel-partikel materi disekitarmu, menghancurkannya, lalu menyemburkannya kembali dalam ruang hampa, sampai mereka membentuk kebendaan dan keberadaan yang baru.  Bukankah, kau adalah pusat dari tata surya, inti dari galaksi, fondasi dari kontelasi semesta yang tak dapat rengkuh oleh tangan insan yang rapuh ini.  Merasakan suaramu, mendengarkan detak syaraf yang menjalar ketika kau berwicara, lagi bertatakrama, adalah sebentuk pertautan antara imanensi dan transendisi, momentum itu layak dihargai dengan apapun, bahkan semilyar megasekon kerjakeras untuk membayar utang supaya kita bertemu di titik koordinat yang saat ini tak kuketahui. 
 
Galaksi
Sayangnya, di waktuku ini, dimensimu begitu berbeda. Kau mengada dalam ruang ketidakjumpaan yang hegemoninya melindas kemewaktuan.  Jauh, begitu jauh, sampai jutaan tahun cahaya yang sanggup kucerna dengan hitungan fisikaku, tak mampu mendefinisikan jarak diantara aku dan kamu.  Fakta ini dikalikan dengan ketakberhasratanmu untuk menyediakan diri dirampas oleh renjana yang abadi di dalam sukmaku, mewujudkan sebuah deduksi sempurna yang memahitkan dan tak dapat dianalogikan dengan melodi segetir apa pun.  Kalau pun bisa kuputar galaksi ini dan kuremukkan gravitasi yang menarikku untuk tak bergerak dari sisi ini menuju dimensimu, aku hanya akan menemukan eksistensi yang menolak masa depan yang aku tawarkan.  Lalu tawaranku itu hanya akan menjadi mimpi yang didekonstruksi terus menerus, dan tak pernah bisa dibangun menjadi ruang simulacrum yang nyata. Maka dari itu, aku hanya bisa bersenandung sedih di sini, di dimensiku ini, menulis luapan eksistensiil yang mewakili megaliter air mata dan sekian juta teriakan sesak dari relung dada paling dalam yang tak terjangkau oleh homo sapiens mana pun. Mengotak atik mimpi, menawarkan alternatif opini, sampai aku menyadarkan alam sadarku sendiri, bahwa hidup sebenarnya hanya soal maukah kau mencandra, mengais, menyusun, merangkum, mengargumentasikan makna di dalam batas-batas ruang, waktu, dimensi, galaksi, dan gravitasi.
#Corat-coret nggak jelas saja, mau mengucap makasih untuk manusia-manusia yang berada dalam dimensi yang lain, namun ada dalam batin saya belakangan ini, menorehkan vaksin bagi kegamangan eksistensi saya:
Dee Lestari, Gelombang, buku ini memberi inspirasi untuk memaknai mimpi lebih dari perkara sederhana, juga keinginan untuk pergi ke area lain di muka bumi ini.
 
 
Christoper Nolan, Interstellar, filmnya menyadarkan saya akan luas dan hebatnya semesta kita, dan sejuta kemungkinan eksistensial yang masih bisa kita raih di masa mendatang. Film paling bagus yang kutonton belakangan ini, lebih bagus dari Fury.
 
Robert Downey, The Judge, tokoh yang diperankannya dengan epic, Hank mengingatkan saya korelasi antara menjadi professional dan urusan domestik.
 
Tan Malaka, D. N. Aidit, risalah-risalah mereka memercikkan harapan tentang Negara sosialisme Indonesia di masa mendatang.
[paul.jpg]
 
Paulus, surat Korintus yang pertama di pasal pertama ayat keempat mengingatkan saya filsafat hidup yang sederhana: nrimo dan mengucap syukur.
 
Untuk pemilik sepasang mata bening di ujung dunia sebelah sana yang takkan pernah bisa aku jumpai dalam situasi ideal yang aku inginkan, mungkin sampai aku mati, selamat merayakan hari menjadi keberadaan yang terlempar di tengah dunia ini.
 
When everything made to be broken, I just want you, to know who I am.
_Iris, Go Goo Dolls_