Kamis, 24 Oktober 2013

Hal-Hal yang bikin sumpek

“Brak,”

Handphone-ku kemarin tiba-tiba terjatuh ketika dalam kondisi di charge. Hasilnya: baterai lepas dengan kondisi charger masih menempel.  Lalu dengan sigap, meski agak sedikit kaget, segera aku pasang kembali baterai handphone-ku dan casing-nya. Kulihat ia menyala seperti biasa dan tidak terjadi apa-apa, ia menunjukkan tanda-tanda eksistensinya. 

Beberapa lama kemudian, baterai mulai habis kembali, lalu aku sambungkan handphone aku dengan charger. Eh! Tidak berfungsi. Kepalaku mulai bingung.  Aku coba colok berulangkali dan tetap tidak berhasil.  Aku coba ke Note-ku, karena charger yang ini memang aslinya bawaan Note-ku. Tidak berhasil juga! Lalu aku mencoba meminjam charger teman dan memasangkannya ke handphone aku. Bisa! Sempurnalah deduksi aku: charger itu rusak. 

Berapa lama kemudian datanglah teman-teman mampir ke chamber of secrets-ku (baca: kamar pastori).  Ada seorang teman yang charger-nya compatible dengan gadget-ku. Ku tuker kabelnya dengan kabel charger-ku, dan aku temukan masalahnya ada pada kabel. Lalu aku lihat-lihat kepala konektor dari kabel itu, dan menemukan ada 1 elemen yang hilang, itulah sebabnya listrik tak tersalurkan. Nila setitik rusaklah susu sebelanga.

Tiba-tiba hati jadi bete. Maklum, charger handphone yang asli hilang waktu camp remaja beberapa bulan lalu. Kabel pinjeman seorang teman juga hilang di camp beberapa waktu yang lalu. Charger yang berfungsi ya bawaannya Note itu. Eh, sekarang juga ikutan rusak.

Ternyata hal-hal kecil dalam hidup ini bisa membuat suasana hati jadi bete, sumpek. Kalau aku sih jadi kepikiran gini: beli charger baru, repotnya harus pergi keluar untuk membeli, uang yang harus dianggarkan. Kecil sih tapi ribet dan bete.  

Aku pun berucap kepada teman-teman, “Ternyata di dunia ini ada hal-hal kecil yang buat kita bete.”

Seorang teman menanggapi, “Iya, bbm gak bertanda centang aja, bisa bikin sumpek.” Betul. Ban bocor di tengah jalan? Sumpek. Sinyal ilang? Sumpek. Apa lagi? Banyaklah. Anda bisa tambahin sendiri.

***

Malamnya aku ngikut kelas pembinaan di gereja tentang bersaksi dan memberitakan Injil. Tiba-tiba tercetus pemikiran selewat kalau hal kecil macam charger rusak bikin bete, gimana ya hati Tuhan kalau melihat manusia berdosa? Rasanya dosa bukan hal-hal kecil, tetapi itu hal-hal besar. Makanya, Allah turun ke dalam dunia ini untuk menebus kita dari belenggu dosa.

Rasanya logis kalau aku simpulkan bahwa Tuhan sumpek banget lihat ciptaan-Nya, yang Ia ciptakan dengan kerinduan memuliakan-Nya dan bersekutu dengan-Nya, menyasar dalam jalan yang salah.

Well, kalau kita tahu hati-Nya begitu sumpek melihat kita rusak dan jatuh dalam dosa, beranikah kita membuat hati Sesosok Agung yang kita kasihi sumpek dan terluka lagi?

Kejadian 6:5-6  Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.

Masih adakah dosa saat ini yang kita genggam dengan penuh nikmat? Walah dalah, kita lagi bikin hati Tuhan sumpek!


#Dini hari. Pregolan Bunder 36. Sambil Ngopi kopi Papua.



Kepala konektor yang rusak dan membuat charger tak lagi bereksistensi.
Bukankah sebuah keberadaan menjadi ada ketika ia berfungsi?
:p

Kabel charger yang telah kehilangan nyawanya.
Ah, hidup memang rangkaian kehilangan demi kehilangan!

Jumat, 11 Oktober 2013

When I Was Your Man

Malam itu insomnia menjadi sahabatku kembali. Ketika alam pikir melanglang jauh ke masa lalu. Dendam dan sesal berkelindan menjadi satu, memperanakkan kegelisahan yang runtut membekap semburat rindu, juga jutaan sendu yang menyeluruh di dalam kalbu.

Masih aku ingat bau parfummu. Dan aku hafal segala kesukaanmu: boneka kelinci lucumu, piano sebagai alat musik kesukaanmu, warna biru muda cerahmu, cokelat di malam hari, toko ice cream favoritmu di sebuah jalan raya di kota Pahlawan ini. Lalu tiba-tiba kepalaku menjadi sakit. Sakit sekali. Jadi ini rasanya hati teriris.

“Aku harus meninggalkanmu. Orang yang tak pernah punya waktu untukku!” bentakmu padaku saat itu.

“Apa? Aku kerja tau. Untukmu. Untuk masa depan pernikahan kita. 24 jam!” Ku balas dengan seberondong peluru argumentasi.

Lalu kau pun menangis.

“Aku nggak perlu uangmu Van. Aku cuma perlu kamu.”

Dan kau pun tiba-tiba lari dari meja makan yang sudah ku pesan mahal ini sejak kemarin pagi oleh sekretarisku. Dan aku hanya diam memandang kau pergi. Deru nafasku memburu. Egoku membatu. Aku tak peduli padamu.

***

Masih aku ingat bau parfummu. Dan aku hafal segala kesukaanmu: boneka kelinci lucu, piano, warna biru muda, cokelat di malam hari, toko ice cream favoritmu di sebuah jalan raya di kota Pahlawan ini. Lalu tiba-tiba kepalaku menjadi sakit. Sakit sekali. Jadi ini rasanya hati teriris.

“Van, kok sudah lama nggak pergi sama Vivien?” mami menggedor renung pagiku.

“Eh iya, dia lagi sibuk kayaknya”

“Oh, mami pikir kalian lagi berantem. Vivien itu anaknya baik, nggak neko-neko. Sederhana. Dia hanya perlu perhatianmu. Mami sayang ama dia.” Sederhana. Dia hanya perlu perhatianmu. Ah, mamaku sayang, kenapa kau juga meledakkan bom di batin ku yang sedang rapuh ini?

Aku mengemudi mobilku ke kantor. Dan tiba-tiba semua menjadi berwarna biru muda. Ada sepasang muda-mudi bergoncengan sepeda motor dan mereka memakai jaket warna biru muda. Kulihat sebuah mobil, ada mama dan anaknya, dan anak itu begitu lucu, memakai jepit rambut warna biru muda. Di perhentian lampu merah aku melihat anak SD perempuan menggendong boneka kelinci di tangannya. Dan dia terlihat memiliki hidup yang begitu bahagia. Seperti kau waktu aku ungkapkan cintaku padamu pertama kali. “Aku juga sudah lama mencintaimu Van.” Katamu waktu itu.

Aku masuk kantor. Ada coklat di meja kerjaku. Dari seorang karyawan satu lantai yang dari dulu aku tau menyukaiku “selamat pagi” pesannya. Coklat yang sama dengan apa yang kau suka. Tetapi rasanya begitu berbeda. Ia hanyalah sebongkah coklat yang sama dengan sampah. Karena bukan kau sang pemberinya. Kubuang dan kusingkirkan, aku tak membutuhkan coklat darinya. Aku membutuhkanmu.

Siang ini aku sengaja melewatkan waktu makan siang di restoran ice cream favoritmu. Tak membantu sakit kepalaku. Malahan menambahkan satu milyaran perih lainnya. Tiba-tiba bahkan ada bau parfummu melintas di hidungku.  Aku masih ingat bau parfummu!

“Aku suka ice cream sama coklat lho. Tapi ada yang jauh lebih aku sukai,” kau pernah berkata.

“Apa?”

“Perhatianmu. Karena bagiku itu seperti seribu tentara yang melindungku.”

Dan restoran Zangrandi siang itu tiba-tiba menjadi surga. Karena dunia tiba-tiba berhenti ketika senyummu yang indah membekapku dalam ruang waktu bahkan dimensi yang berbeda. Gigi putihmu yang serasi. Lesung pipitmu di dua sisi. Mata belok berbinarmu dengan bulu lentik menari. Rambut hitam lurus panjangmu tergerai suci abadi. Dan bagiku kau bidadari.

Kini semuanya telah menjadi masa lalu.
***

Masih aku ingat bau parfummu. Dan aku hafal segala kesukaanmu: boneka kelinci, segala sesuatu tentang Jazz, warna biru muda, cokelat di malam hari, toko ice cream favoritmu di sebuah jalan raya di kota Pahlawan ini. Lalu tiba-tiba kepalaku menjadi sakit. Sakit sekali. Jadi ini rasanya hati teriris.
Malam itu aku melintasi jembatan Suramadu. Tak ada alasan untuk menyeberangi jembatan ini di tengah malam. Aku bahkan mengemudi tanpa tujuan. Seperti hidup yang rasanya tiada arah sejak kau menghilang beberapa bulan yang lalu. Tiba-tiba tengah malam itu, jalanan yang sepi makin membuat hati begitu merintih. Radio memutar lagu ini, yang menyesakkan, sangat menyesakkan.


Same bed, but it feels just a little bit bigger now
Our song on the radio, but it don't sound the same
When our friends talk about you all that it does is just tear me down
Cause my heart breaks a little when I hear your name
And it all just sound like uh, uh, uh

Hmmm too young, too dumb to realize
That I should have bought you flowers and held your hand
Should have gave you all my hours when I had the chance
Take you to every party cause all you wanted to do was dance
Now my baby is dancing, but she's dancing with another man.

My pride, my ego, my needs and my selfish ways
Caused a good strong woman like you to walk out my life
Now I never, never get to clean up the mess I made
And it haunts me every time I close my eyes
It all just sounds like uh, uh, uh, uh

Too young, too dumb to realize
That I should have bought you flowers and held your hand
Should have gave all my hours when I had the chance
Take you to every party cause all you wanted to do was dance
Now my baby is dancing, but she's dancing with another man.

Although it hurts I'll be the first to say that I was wrong
Oh, I know I'm probably much too late
To try and apologize for my mistakes
But I just want you to know
I hope he buys you flowers, I hope he holds your hand
Give you all his hours when he has the chance
Take you to every party cause I remember how much you loved to dance
Do all the things I should have done when I was your man!
Do all the things I should have done when I was your man!
[Bruno Mars, When I Was Your Man]

Tadi siang, entah itu kau apa bukan. Tapi aku cukup yakin aku melihatmu di sana dengan seseorang. Kalian bercanda mesra. Aku tak sanggup keluar dari pintu depan restoran siang itu. Zangrandi berubah menjadi neraka. Aku diam menelisik keluar melalui pintu yang lain. Kututup wajah dengan jaketku. Melihatmu sepintas dan semakin keruh sakitku.

Ya. Jose Ortega seorang filsuf Prancis bersabda "Falling in love initially is no more than this, attention abnormally fastened upon another person." Aku tahu aku telah gagal memberikan perhatianku. Memberikan diriku. Memberikan seutuhnya hidupku untukmu Vien. Dan penyesalan selalu datang terlambat. Semoga, lelaki itu memberikannya padamu.

Masih aku ingat bau parfummu. Dan aku hafal segala kesukaanmu: boneka kelinci, segala sesuatu tentang Jazz, warna biru muda, cokelat di malam hari, toko ice cream favoritmu di sebuah jalan raya di kota Pahlawan ini. Lalu tiba-tiba kepalaku menjadi sakit. Sakit sekali. Jadi ini rasanya hati teriris.



*21 Februari 2013. Habis tidur siang. Pregolan Bunder 36. Habis dengerin lagu Bruno Mars yang baru aku tau dari twit @stephaniezen.  Zangrandi dan Suramadu adalah tempat2 yang ditunjukkan Ivan temanku beberapa malam yang lalu. Hahaha. Ditulis untuk semua yang sedang merasa jatuh cinta. Berikanlah perhatian dan dirimu seutuhnya pada dia yang kau cintai. Kalau tidak, engkau menyesal.



http://www.youtube.com/watch?v=jJT0Suanqhg

Hujan Deras




Hujan. Air mata yang runtuh dari langit yang menangis. Bukan. Uap yang berubah senyawa menjadi air karena panas di atas atmosfer, lalu turun ke bumi, untuk menjalani siklus perubahannya kembali. Ia merupa kesegaran: bagi mereka yang sedang kekeringan dan sedang berputus asa melihat tanah terpecah-pecah, hujan sehari adalah pemuas dahaga, sekaligus pemekik harapan. Namun pendulum yang lain tentu akan menggugat: hujan adalah durga yang menghadirkan kehancuran, banjir badang yang merusakkan tanaman. Rumah-rumah pinggir kali longsor dikikis aliran air yang membengkak dari salurannya. Ternyata hujan melahirkan dua sisi kejadian, yang suka mau pun yang duka. Yang bahagia mau pun yang terluka. Semua tergantung siapa kita. Semua tergantung di mana kita.


Coba ubah dirimu menjadi hujan. Bayangkan kau adalah air yang turun dari atas langit. Jangan jadi hujan gerimis, tetapi jadilah hujan deras yang turun dengan kecepatan tinggi. Sebab gerimis hanyalah hujan yang malu-malu, laiknya pria yang tak pernah sanggup mengungkap kata cinta, malu-malu agar dirinya bereksistensi. Gerimis tidak akan mendedahkan apa-apa. Tetapi hujan deras adalah ia, lelaki yang berani. Berani menatap dua janin kejadian [entah yang mana] yang akan dikeluarkannya: suka mau pun duka.


Mainkan imajimu: bayangkan kau melahirkan janin yang pertama. Kau adalah hujan deras yang memanen suka. Para petani dan penggarap sawah, yang selama ini lontang-lantung menanti air turun sehingga tanah kembali gembur, merekalah yang pertamakali berteriak memuja kehadiranmu. Ibu-ibu dan anak-anak desa yang sekian minggu tak mandi karena kekurangan air, barangkali mereka akan menari dan berdansa bersamamu. Oh, tidakkah gembira ria sukmamu? Tidakkah kebahagiaan kita adalah ketika kita menghadirkan kebahagiaan dalam diri orang lain?

Lanjutkan imajimu! Kau adalah lelaki yang berani: menyatakan rasa yang telah lama tergurat dalam rongga-rongga hatimu. Yang sesak karena tak segera keluar. Yang resah karena terus menerus dibekap. Lalu kau membebaskan rasa itu. Dan kau adalah lelaki yang berani, dan menatap janin kesukaan: wanita yang kau cintai adalah tanah kering yang jutaan detik telah menunggu sikap satriamu, ia adalah padang gersang yang menanti dialiri aliran kasih sayang yang disalurkan oleh lebatnya perhatian, keamanan, dan perlindungan. Janin kebahagiaan pun menjadi milikmu: kau bernyanyi dengan melodi-melodi asmara yang memuncak dalam keheningan sakral. Indah tergerai senyum rindangmu. Akhiri imajimu: Kau adalah lelaki yang mengatakan cinta, dan bersambut dalam gayung pengantinmu.  Kau adalah hujan deras yang memeluk, menggendong, menumbuhkan janin kebahagiaan.


Tapi tunggu dulu. Hidup harus rasionalistis dan realistis. Tak semua kejadian seperti yang kita inginkan. Mainkan imajimu: bayangkan kau melahirkan jenis janin yang kedua. Kau adalah hujan deras yang memetik duka. Mereka yang rumahnya di pinggiran kali, yang sebenarnya toh juga bukan tanah milik mereka, tergusur karena banjir yang membesar gara-gara sungai yang tak sanggup menahan arus yang lebat. Lalu mereka pun berseru kecewa: “Hujan deras! Kenapa kau ungkapkan dirimu di saat kami seperti ini?” Kau akan menjadi pihak yang bersalah di mata mereka. Mereka yang kaya pun juga barangkali tak mau kalah: mereka yang mobilnya tak bisa berjalan, karena kehadiranmu membuat jalan-jalan macet dan tergenang oleh air. Mereka yang tinggal di rumah-rumah mewah, tetapi keberadaanmu membuat rumah mereka terbenam air kotor dan terdekap lumpur. Tentulah sedih hatimu! Kau yang mengecewakan sekaligus dikecewakan.


Lanjutkan imajimu! Kau adalah lelaki yang berani: mengungkap cerita tentang rasa yang terpendam lama dalam rumah hatimu. Yang sekian megasekon kau tahan untuk pergi keluar. Yang kau kunci rapat-rapat agar ia tak menyakiti lingkungannya. Lalu kau mengizinkan cerita itu beredar. Namun sayang, kau melahirkan janin kedukaan. Ia adalah wanita yang menolakmu. Ia adalah wanita yang tak berani menerima kehadiranmu. Barangkali ia takut hidupnya tergerus oleh kedigdayaanmu sebagai pria. Atau ia terlalu lemah akibat luka-luka selama ini ia alami, sehingga tak berani membuka ruang tempat tinggal bagi hatimu. Atau jelas ia tak menyukaimu seperti kamu menyukainya: Ia laksana orang-orang kaya yang tinggal dalam istana-istana kompleks perumahan mewah, angkuh enggan disentuh oleh air lumpur kotor seperti dirimu. Kau terluka. Kau mengecewakan baginya, sekaligus kau dikecewakan oleh kenyataan itu. Akhirnya kau hanya bisa menangis di tengah sepi bersama janin duka itu. Hujan deras pun berakhir dalam ratapan pedih tak tertahankan.


Ah. Imajinasi yang berlebihan. Analogi yang tak begitu tepat juga. Tetapi hujan deras sore ini mengajarkanku untuk lebih berani. Menurunkan asmara ke tempat yang seharusnya: bumi, hati seorang wanita. Tentu dengan konsekuensi yang harus aku tanggung. Apapun itu.



#Habis hujan deras di Malang. 14.00-15.30, Senin, 17 Desember 2012
Klayatan III/43.
Himawan T. P.



Semburat rasa, adalah ketika aksara tiada.
Lalu kita, mencoba untuk mengkarsa nada.
Ketika bagaskara mendedahkan tangis air mata.
Kita mencoba berjingkat untuk berdansa.
Karena tarian adalah satu cara agar kita mengada.

Lalu kita berderai tawa sekaligus canda.
Dalam ruang-ruang pijak yang begitu ramai dalam hening yang sama.
Kita, aku dan kamu, yang tak pernah satu tapi selalu bersama.
Dalam keberbedaaan merayakan unitas yang satu.

Cukuplah sudah kegundahan-kegundahan ini. 
Matikan surya. Diamkan jiwa.
Sang Embuh itu menyeruak masuk dalam tanda-tanda sunyi tak terdengar, namun Ia begitu terasa.