Minggu, 24 Agustus 2014

Betapa Kasih adalah Yang Utama Dari Semuanya

Kemarin Sabtu aku mengajar atau lebih tepatnya memimpin diskusi di kelas pembinaan pemimpin remaja dengan tema "Small Group Leader Principle." Kelas yang tidak sulit menurutku, karena aku sudah memiliki bahan dan beberapa kali membaca, juga praktik tentang topik ini.
 
Yang menarik adalah ketika aku menutup kelas ini. Aku hendak  menyimpulkan kelas ini dengan menegaskan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang otentik. Namun, ada seorang teman pemudi yang membantu fasilitator camp pembinaan kami selama ini, tiba-tiba berteriak: "Kak Him aku ada tambahan."
 
"Apa Jes?"
 
"Kalau menurutku, menjadi pemimpin yang baik itu perlu kasih. Kita perlu berdoa minta kasih sama Tuhan supaya kita bisa mengasihi orang yang kita pimpin. Kalau nggak ada kasih, semua materi yang Kak Him sampaikan ini meskipun kita menguasai, sia-sia saja kan?  Nggak akan mungkin kita mau mendengarkan orang cerita atau curhat kalau kita nggak mengasihi dia."
 
Kalimat itu seperti ledakan bom di telingaku, membuatku terkejut, terkesiap, dan mengalami aufklarung. Dengan sigap aku menukas, "ah ya! benar teman2 tambahannya, kita harus memiliki kasih! Itulah modal dasar sebagai seorang pemimpin!"
 
 
***
 
Lalu malamnya aku berpikir-pikir, merenung-renung, ternyata aku ini mulai kehilangan kasih. Kasih yang mula-mula, Kasih yang menggebu-nggebu pada Kekasih Sejati, yaitu Kristus. Ketiadaan kasih itulah yang membuatku gampang iri hati, merasa tidak aman di tengah relasi, kurang rela berkorban, kurang memperhatikan orang lain terutama remaja yang seharusnya aku perhatikan, juga, penyakit lamaku: sombong. Segala lawan dari kasih yang dicantumkan Paulus dalam 1 Korintus 13 mulai ada di dalam diriku, menguasaiku, membuat Yesus makin kecil dan aku makin besar.
 
 
Dan kesedihan yang kudus menguasaiku dengan segera malam itu. Membawaku dalam doa meminta Tuhan menyatakan kasih-Nya lagi, lagi dan lagi, memberikanku perasaan cukup bahwa aku dikasihi dan dimiliki oleh-Nya.. Sehingga aku bisa mengasihi lagi, lebih lagi, tambah lagi. Memberi yang terbaik untuk-Nya dan sesamaku. Rela berkorban dan rendah hati. Supaya Yesus makin besar dan Himawan makin kecil.
 
 
 
"memenuhi diri kita dengan perasaan dikasihi dan dipelihara itu kita akan mampu terlibat kembali di dunia dengan penuh makna dan menikmati kegembiraan tanpa keterikatan." [Charles Ringma, Dare to Journey with Henri Nouwen, page 23].
 
 

API ROH SUCI BAKAR HATIKUDengan kasih yang murni dari Kalvari
Roh Pentakosta giat bagi namaMu
Api Roh Suci bakar hatiku

Let the fire burn on in my heart o Lord
With apure and cleansing flame,
Love from Calvary
Pow`r from Pentacost,
Zeal for Thy holy name
Let the fire burn on,
Let the fire burn on

 
Syair: A Houghton
Lagu: A Compain
 
 
 
 
 
#Thanks to:
1. Jessy Therinda, yang jadi alat Tuhan mengingatkanku tentang "betapa kasih adalah yang utama dari semuanya."
2. Reuven Nathaniel, yang mengutip Dostoevsky dan memberikan definisi mengasihi sebagai menaruh diri di dalam diri orang lain. . .
 
Dua anak muda yang menjadi "asisten" dalam kelas pembinaan kemarin, dan menjadi berkat bagiku. :)  

Rabu, 20 Agustus 2014

Tentang Hobi

Salah satu dosenku di seminari pernah mengajar kira-kira begini [aku lupa di mata kuliah apa, kalau tak salah Kepemimpinan Kristen: "Anda itu, nanti kan bakal mengalami rutinitas pelayanan yang begitu-begitu saja. Maka anda harus punya hobby, yang membuat refreshing. Jangan hobi: baca buku thokk saja."  Aku ingat waktu beliau bicara seperti itu, aku mbesungut, kecewa pada kata-katanya, hahaha tentu saja, karena kalau dulu ditanya hobi-ku apa, maka jawabku cuma satu: membaca. Potret orang bahwa diriku adalah kutu buku yang tak menarik diajak bicara atau bersosialisasi adalah potret yang terus kuhadapi bertahun-tahun usiaku (alay!).



Nah, beberapa bulan yang lalu, aku merasa mentok dengan rutinitas. Hobiku membaca buku juga mentok, mau baca buku riset teologi eneg, baca buku spiritual devotional kok nggak ada yang baru ya, baca novel roman apalagi, dipenuhi kekecewaan utopis hahaha. Lalu aku mengalihkan ke hobi yang lain (yang kutemukan waktu aku praktik setahun): nonton film! Ya, aku suka nonton film! Film jenis apa pun, apalagi yang script-nya kuat dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak adalah kesukaanku. Bahkan aku cantumkan dalam finance planning pribadiku, ada anggaran bulanan untuk nonton bioskop minimal 2 kali sebulan. Namun entah mengapa, hobi nonton film pun gagal memberikan energy baru di dalam diriku dan rutinitas yang kujalani. Sampai akhirnya aku mendapati hobi baru. . . ..  . . . . .




NAIK GUNUNG!!!!!!



Seperti teman-teman pembaca blog yang tak kunjung tenar ini ketahui, idul Fitri yang lalu aku mendaki Semeru. Belum tuntas sih, tapi oke lah ya. Nah, sejak naik Semeru itu aku jadi keranjingan segala hal yang berbau gunung dan aktivitas di luar ruangan.  Selalu saja ada waktu dalam seminggu untuk Youtub-ing tentang gunung dan pendakian, browsing barang atau alat2 untuk mendaki, dan kalau sempat, main ke toko jualan adventure gear semacam Rei, Consina, Eiger yang di Surabaya, daerah Bratang tuh pusatnya. Saat ini aku sedang menabung dan mencari-cari info tentang sepatu yang bagus untuk naik gunung. Semoga bisa dapat produk Jack Wolfskin hehehe. 

Lalu apa yang terjadi pada diriku setelah menemukan hobi baru ini? Seriusan, naik gunung adalah Mesias yang menyelamatkan diriku dari jurang ketidakdisiplinan hidup. Sekarang, gara-gara target sebelum usia 30tahun sudah mendaki 3 puncak di Indonesia (Semeru di Jawa, Kerinci di Sumatra, Rinjani di Lombok), hidupku jauh berusaha lebih disiplin. Mengurangi kopi sehingga tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi. Lari minimal 30 menit tiap hari disertai dengan pemanasan ringan, sit-up dan lainnya. Makan teratur, juga mengerjakan target2 yang ingin dicapai di awal tahun (menulis 1 artikel ke jurnal teologi dan menerbitkan buku renungan tentang spiritualitas).  Lalu finansial yang hemat dan ketat mengingat harus menabung supaya bisa pergi ke tempat-tempat yang diingini.  Lagipula, nilai-nilai hidup seorang pendaki mulai meresap ke dalam diri: soal rendah hati, soal mengatur segala sesuatu dengan baik dan bertanggung jawab, soal pantang menyerah untuk mencapai tujuan. Memang, gunung dan pendakian adalah sebuah alat untuk transformasi manusia. Hehhehehe.

Nah, apa yang aku mau bagikan?

1. Milikilah hobi yang membawamu menjadi manusia yang utuh di tengah dunia yang sibuk berkompetisi ini. Kehidupan perkotaan bisa membuat kita lupa siapa kita, nilai-nilai yang luhur tentang manusia Indonesia pun menjadi tak relevan lagi. Hobi naik gunung membuatku ingat tentang siapa aku ini, bahwa aku adalah manusia Indonesia yang perlu memberi dampak pada kemajuan bangsa. Jokowi, presiden baru kita nanti, adalah anggota pecinta alam dan pernah naik Puncak Kerinci waktu ia muda. Barangkali, ide "revolusi mental" didapatnya ketika ia mendaki salah satu gunung di Indonesia, lalu mendapati kenyataan begitu bobroknya manusia Indonesia (ini serius, Gunung Bromo mulai tidak laku bagi wisatawan asing karena kotor, Gunung Lawu terbakar karena para pendaki yang nggak bener nyalain api unggun), dan kemudian jiwanya bergelora untuk membawa perbaikan ke negeri ini. Soe Hok Gie, pahlawanku, mati di usia muda ketika ia mendaki gunung semeru (kutipan terkenalnya tentang alasan naik gunung ada di postingan sebelumnya).  Hobi apa pun yang kita miliki, menulis, baca, sepeda, main futsal, music, biarlah itu membawa kita masuk ke dalam ruang-ruang kemanusiaan kita, dan berjumpa dengan kemanusiaan kita yang terdalam yang sering samar dibekap halimun kehidupan.

2. Bagi orang Kristen, milikilah hobi yang sesuai dengan jalur spiritual pathways-mu dan mengantarkanmu untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Kamu bisa baca tentang spiritual pathways di postingan bulan lalu :) Nah, melalui hobi naik gunung, karena aku adalah seorang naturalis, aku makin mengalami betapa besar, akbar, dan megahnya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi.  Bagi kamu yang orang indrawi, hobi yang berkenaan dengan music dan kerajinan tangan mungkin membantu untukmu makin mengalami Tuhan.  Bagi kamu kaum pemerhati, hobi memerhatikan dan mengajar anak jalanan akan membawamu pada pengalaman perjalanan bersama Yesus.  Bagi kaum intelektual, maka nonton video debat Licona vs Erhman akan menjadi oase bagi padang gurun spiritual rutinitas harianmu. Karena hobi adalah sesuatu yang menyenangkan untuk memulihkan jiwa, maka ia, berkenaan dengan kehidupan spiritual, harus memulihkan pula hubungan kita dengan Tuhan.


Nah, ini hobiku, bagaimana dengan hobimu? Mereka yang berkata "aku tidak punya hobi karena aku sibuk" adalah orang-orang yang pantas dikasihani, karena mereka terjerumus pada kesibukan duniawi yang membuat manusia jadi robot yang adalah eksistensi tak bermakna. Salam!


Ranu Kumbolo dari perspektif Tanjakan Cinta, aku suka spot ini!


Selasa, 19 Agustus 2014

Siang Hari di Kedai Kopi

Ada seorang bapak, yang tampangnya seperti pemilik perusahaan menengah. Ia mengendalikan segala sesuatu dari gadget dan telponnya. Ada seorang gadis, tampangnya mahasiswa, mungkin sedang asyik nonton video via laptopnya karena tangannya tak banyak beraktifitas. Ada seorang pria muda, mungkin seorang freelance yang bekerja memakai laptop. Dari pembeliannya nampaknya penghasilannya cukup untuk memasukkannya dalam golongan kelas menengah

Dan ada aku, seseorang kelas menengah ke bawah, yang sedang mengalami quarter-life crisis, curhat pada blog yang tak kunjung tenar, sembari meminum cairan berisikan hormone dophamine untuk menambah sukacita eksternal. Yang sedang bertanya-tanya kaitan antara eksistensi dan esensi, antara iman dan keraguan, antara masa depan dan masa kini, antara idealisme dan realitas, antara panggilan hidup dan kebutuhan hidup. Galau gundah menyatu jadi satu, bertanya-tanya tentang mimpi yang mulai kabur dihembuskan kehidupan. Lidah kelu untuk sekadar berwicara tentang wacana-wacana. Maka melempar ide ke dunia maya mungkin layak menjadi semacam candu bagi kesehatan jiwa.

Bersyukur, frasa ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu yang dikoarkan Qoheleth sekian ribu tahun yang lalu tergiang di telinga... Kiranya, tangan-Nya sendiri menuntun kita, mereka, yang mengalami quarter-life crisis sepertiku.,,


Note:
#Starbucks EastCoast Center, tentang apa itu quarter-life crisis: Krisis yang dialami mereka yang menjejak usia 25 tahun, mulai bingung tentang masa depan, bertanya2 tentang idealisme masa mahasiswa yang tak kunjung terwujud, juga, ribut masalah keuangan yang rasanya seperti awan cumulonimbus yang tak kunjung bubar. Baca artikel tentang quarter life crisis di sini.

Kamis, 14 Agustus 2014

"Kamu"

Kata ganti orang kedua. Tapi bagiku kata ini bisa punya makna berbeda-beda. Ia menandakan sesuatu yang lain. Dalam ilmu semiotika (kalau kau anak Desain Komunikasi Visual atau Ilmu Komunikasi pasti belajar ini), ada yang namanya signifier dan signified, tanda dan sesuatu yang ditandakan.  Jadi misalnya: merah menandakan semangat, hitam menandakan kegelapan. Ada simbolisme disitu.
Kata “kamu”?
Tentu sebuah kata akan berarti ketika ia ditempatkan dalam konteks sebuah percakapan.  Kepada siapa kau akan mengajukan kata ganti persona “kamu”?
Gurumu?
Ayahmu?
Ibumu?
Tidak.
Kata “kamu” memperlihatkan kesetaraan antara subjek yang pertama dan subjek yang kedua. “Aku” dan “kamu” adalah dua entitas, dua wadah yang sama, sejajar, egaliter dalam ruang dan waktu yang utuh. Kata ini seringkali akan kita pakai untuk sosok yang setara dengan kita, atau pihak yang kita rasa lebih rendah dari diri kita.
Maka,
Jika kalimat “aku cinta kamu” punya dua kemungkinan, si aku setara dengan si kamu, atau, si aku lebih tinggi dari si kamu.
Pertanyaannya, yang mana yang dimaksudkan oleh sang pengucap? Yang pertama akan membawamu pada hidup dengan demokrasi, saling penghormatan, penghargaan, dan kebanggaan. Yang kedua, seringkali, akan membawamu pada penjajahan, otokrasi, diktator, dan kezaliman.
Ya, bisa jadi lain sih, kalau kamu adalah seorang perempuan yang membutuhkan aku yang bisa memimpin kamu. Maka, kamu, biasanya bersedia mengambil sikap berada di level yang lebih rendah.  Tapi maksudku, hati-hati saja, ada kecenderungan-kecenderungan yang banal ketika seseorang memakai kata kamu untuk kata ganti nama kedua merujuk pada dirimu.
 

Jumat, 08 Agustus 2014

Semeru adalah kamu

Landengan Dowo-Watu Rejeng adalah betis jenjang panjang yang indah dan kokoh.
Ranu Kumbolo adalah mata seorang perempuan yang jernih, bening, dan murni, yang ketika kau pandang siap untuk  membuatmu dipeluk rindu berulangkali.
Oro-oro Ombo adalah lekukan pipi dan dagu yang lebarnya, bentuknya, panjangnya amat presisi sempurna, pas, yang ketika kau sentuh ia melahirkan getaran-getaran tak terdefinisikan yang menyenangkan.
Cemoro Kandang yang rimbun adalah rambut lurus hitam yang disisir dengan kehati-hatian, memberi hiasan pada wajah cantik yang lucu menggemaskan.
Jambangan dan Kalimati adalah sepasang telinga yang siap mendengarkan segala keluhan. Merekalah pengajar terbaik tentang apa itu arti kesetiaan.
Puncak Mahameru adalah rangkuman dari spektrum kata-kata yang mendefinisikan apa arti estetika: anggun, menawan, mempesona, menantang, membuatmu tergila-gila, mempesona,  memikat! Ia laiknya tubuh seorang gadis yang rindu dimiliki tapi meminta untuk dihargai dengan sikap satria. Ya, Semeru adalah cinta yang akan terus terulang.
#Entah kenapa makin rindu untuk naik gunung. Aku merasa sangat sehat, baik rohani-jasmani-emosi ketika ada di alam.  Hidup di perkotaan yang dikuasai oleh kapitalisme membuatku tersiksa. . . tapi hidup dan panggilan harus terus dijalani bukan? Semoga nanti bulan September atau Oktober bias berangkat naik gunung lagi.

Sabtu, 02 Agustus 2014

Ranu Kumbolo adalah kamu



Ranu Kumbolo adalah kamu
 
yang perjuangan untuk memandangmu berlimpah peluh
 
Perlu lutut yang gemetar dan engkel yang terkoyak untuk mencapaimu
 
Perlu nafas tersengal dan hati yang tebal bertahan dalam tanjakan yang panjang
 
Perlu konsentrasi dan fokus, kalau tidak jurang siap menerkam....
 
 
 
Ranu Kumbolo adalah kamu
 
yang ketika sudah waktunya menikmatimu, aku cuma bisa memandangmu
 
menggagahimu akan menjadi suatu aib bahkan menghancurkanmu..
 
Bahkan mendekatmu pada kawal malam dilarang keras
 
selalu ada jarak diantara aku dan kamu..
 
 
 
Ranu Kumbolo adalah kamu
 
yang sebentar saja aku boleh terpesona oleh keindahanmu..
 
harus buru-buru berpisah karena kau ada di sana dan aku ada di sini.
 
yang dicintai setengah mati, bahkan terus sanggup untuk membuatku jatuh cinta kembali..
 
tapi harus sadar diri kau tak boleh dimiliki.
 
 
 
Ranu Kumbolo adalah kamu, bening, jernih, tanpa pernah kutahau betapa dalamnya engkau.
 
 
 
 
 
 
 
#Ranu Kumbolo adalah danau di lembah gunung Semeru, berketinggian 2400mdpl.  Dari desa Ranupane jaraknya 12km, jika ditempuh dengan jalan kaki konstan bias 4-5 jam. Trek menuju kesana lumayan berat, panjang dan pasti melelahkan bagi yang tak terbiasa mendaki gunung atau berjalan kaki jauh.  Para pendaki dilarang mandi di danau ini, pemakaian sabun+pasta gigi juda dilarang. Tenda hanya boleh didirikan 15 meter dari danau.  Legenda danau ini mengatakan seorang Mpu, bernama Ki Prameswara, bertapa di danau ini dalam perjalanan mencari air suci-murni. Aku jatuh cinta pada tempat ini.
 
 
Berikut foto-foto yang diambil bersama dengan teman-teman (kami sampai ke Kalimati, 2700 mdpl, cerita lengkapnya sedang ditulis):
 
Ranu Kumbolo di pagi hari




Ranu Kumbolo di siang hari menjelang pulang


Ranu Kumbolo memakai panorama mode


Ranu Kumbolo di pagi hari