Senin, 21 September 2015

Kupu-kupu

Kamu adalah kupu-kupu, yang dulu kepompong rapuh tanpa tujuan hidup tiada tentu. Kamu adalah kupu-kupu, yang dulu bertahan dari hantaman alam untuk menyeruakkan sejuta keindahan saat sayap-sayapmu berkembang. Kamu yang pernah hampir mati, meratap dalam kekalahan tragis akibat ganasnya manusia, menangis penuh sesak hati dan mengutuk keberadaan diri. Kamu yang terus mencoba ada, walau sering merasa tak punya alasan untuk terus ada.

Kamu adalah kupu-kupu, yang akhirnya menerobos keluar cangkang yang mengungkungmu penuh keterancaman. Kamu lalu belajar untuk terbang, mengembangkan sayap dan menyambangi tempat-tempat dimana keindahanmu diakui. Bunga-bunga dan kelopaknya menantimu, namun tak jarang kamu salah menyapa dan berhenti, bunga-bunga itu mengkhianatimu, menghempaskanmu dalam jerit keraguan yang melindasmu dalam kepekatan murka. Kamu mencoba terus ada, walau terus ragu, apakah ada alasan untuk kamu sebenarnya ada.

Sampai tiba dimana alam semesta mewahyukan takdirnya, kau menghinggap padaku, pada sebuah malam yang tak kelabu. Ketika cakrawala bersenandung hangat dalam serbuan mentari senja yang mendayu. Kita memang tak banyak berwicara, sering diam tanpa aksara. Namun toh wajahmu mengirimkan sejuta sinyal yang mengungkap tanda-tanda. Bahwa masa lalu telah berakhir, diganti masa kini dan masa mendatang, masa kamu dan aku.

Aku bersyukur, kamu adalah kupu-kupu, yang kini berhenti di hidupku. Kembangkanlah keindahanmu seluas samudera, karena aku akan melindungimu. Terbanglah dan menari, aku akan menantimu dan menguatkanmu setiap waktu. Bukankah kini kamu adalah kupu-kupuku?



-Starbucks, TP 4. 21 Sept 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar