Selasa, 15 Juli 2014

Perjalanan Seorang Pemimpin (2)


Ken Blanchard, dalam Leading Like Jesus, memberikan kalimat menarik: seorang pemimpin harus tahu bahwa kepemimpinannya adalah titipan. Maka, menjadi seorang pemimpin harus siap sedia mencari pengganti. Juga, ketika diganti oleh orang lain.  Entah dengan cara wajar dan positif, atau digantikan dengan cara yang kurang wajar, negatif dan memahitkan hati. Jadi, bagaimanapun caranya, seorang pemimpin harus siap digantikan. Karena kepemimpinan adalah titipan.

Karena kepemimpinan adalah titipan. . . . bagaimana kita menjalaninya adalah hal yang penting. . .
Hari-hari ini, aku berusaha menyelesaikan buku Ruth Haley Barton, Strengthening The Soul of Your Leadership. Buku ini berbeda dengan buku-buku tentang kepemimpinan lainnya yang banyak membicarakan tentang metode dan prinsip kepemimpinan. Ruth Barton (penulis Invitation to Silence and Solitude dan Sacred Rhytims), mengurai bahwa yang lebih penting bagi seorang pemimpin adalah pengembangan kekayaan jiwa. Soul. Dan pengembangan kekayaan jiwa atau batiniah ini hanya bisa didapatkan dengan pencarian hadirat Tuhan di tengah crucible ministry (pelayanan yang penuh ujian dan pencobaan).  Ruth Barton menulis dari perspektif perjalanan kepemimpinan seorang Musa.
Aku benar-benar terpikat buku ini. Selama ini aku bingung menjadi pemimpin yang efektif, pemimpin yang bisa mengambil hati orang, lalu menggerakkan massa untuk mencapai tujuan yang besar di depan sana. Padahal ada yang lebih penting dari itu semua: mengalami Tuhan dan mengenal Tuhan dengan lebih sungguh.
Bagian terakhir adalah yang paling membuatku terharu. Ruth Barton mengisahkan Musa yang sedang naik ke Gunung Nebo dan memandang tanah perjanjian yang dilarang Allah untuk ia masuki.  Menurut anda, apakah Musa menjadi pemimpin yang gagal karena tidak masuk tanah perjanjian? Ruth Barton memaparkan: Musa sudah mendapatkan bagian yang terbaiknya, Musa mengalami Tuhan di Gunung Nebo itu. . . . for Moses the presence of God was the Promised Land. Ah!
Musa sadar bahwa kepemimpinan adalah titipan. Karena ia adalah titipan, Musa sadar suatu saat ia akan kehilangan titipan itu. Menurutku, Musa adalah orang yang siap dengan kehilangan. Ia kehilangan orangtuanya sejak masa muda, banyak hal yang ia alami. . . .dan di setiap perkara ia mengalami Tuhan..
Ruth Barton menutup bukunya dengan ajakan untuk menjadi seperti seorang Musa. Pemimpin yang tidak sempurna. Tetapi Musa adalah pemimpin yang berdiam di hati Allah, mengenal Allah sebagai sahabat dekat, memimpin dari kedalaman jiwanya, yang otoritas kepemimpinannya bukan karena kehebatan berbicara, kedahsyatan strategic planning, atau kepandaian mengerakkan massa, namun datang dari keintiman dengan Tuhan.  A leader with strength of soul – one who continually seeks God in the crucible of ministry and for that reason is able to stay faithful to the call of God upon their life – to do small part – until God calls them home.
Tugas seorang pemimpin adalah terus mencari wajah Tuhan, mengerti bagian kecil apa yang mereka harus lakukan dan setia mengerjakannya sampai Tuhan mengambil titipan itu dari diri seorang pemimpin.
Aku jadi sadar, bisa saja Tuhan ambil titipannya dalam waktu yang panjang (10-20 tahun?) atau dalam waktu yang dekat (1tahun?).  Tugasku sekarang dalam menunggu pengambilan titipan itu adalah untuk terus setia, mengerjakan bagian yang amat sangat super ultra kecil di dalam pekerjaan Tuhan. . . . tanpa perlu terdistraksi dengan nilai-nilai sekularisme..
 
Nothing to hide. . .
Nothing to proof. . .
Nothing to loose. . .
Thankyou Pak Ishak Sukamto -SMC Jakarta- yang memberiku akses pada buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar