Sabtu, 11 Juli 2015

Cinta yang Sederhana

Akhirnya aku memiliki sang sederhana. Tanpa bualan-bualan sampah dan janji-janji penakluk aku menggenggammu. Tak perlu menjadi laki-laki tukang eksploitasi, hanya sekedar otentik dan menawarkan kekuatan yang tak banyak adalah cara terbaik untuk menyatakan keberadaan diriku. 

Dan segalanya kini jadi berbeda, bukan?


Pagi yang dulu penuh kemalasan dan hampir tanpa harapan hidup berubah jadi fajar penuh semangat dan canda. Lagi-lagi tak perlu bermewah-mewah, sekedar sapa tawa di pagi hari olehmu adalah suntikan sederhana penyemangat sukma.


Siang yang sering dipenuhi rasa kesal juga lelah karena ini dan itu, bertransformasi menjadi siang yang dilingkupi rindu yang penuh serta utuh menyatu di dalam kalbu.  Lagi-lagi tak perlu bermewah-mewah, sekedar sinyal bagus sehingga kita dapat melihat wajah satu dengan yang lain di layar telepon genggam kita adalah sebuah ritual penjaga relasi, sederhana namun berjuta makna.


Senja yang lalu adalah senja yang kelabu. Tanpa hasrat, tanpa rasa, belenggu rutinitas terbahak-bahak karena aku digenggam dalam penjara rasa bosan yang begitu gaduh. Tapi kini senja adalah latar belakang terbaik bagi lukisan-lukisan asmara yang kita gambar bersama. Kadang kita lukis pertengkaran, perdebatan, kadang kita lukis gombalan, penguatan dan penghiburan. Semua menjadi kumpulan-kumpulan cerita dalam sebuah lukisan relasi yang mengungkap tanda: kebahagiaan. Bukankah kebahagian tak identik dengan keadaan tenang semriwing-semriwing? Kebahagiaan adalah soal menjalani suka-duka, jurang-puncak, lembah-dataran, bersama-sama sang keindahan: kamu!  Lagi-lagi tak perlu bermewah-mewah, cukup dengan suara jernih di telingaku, itu adalah obat terbaik bagi kanker rindu yang menguasai hemoglobin, neuron, bahkan jantung batinku.

Dan malam bukanlah akhir hari yang dipenuhi keputus asaan, kepicikan pikir atau kedangkalan mimpi. Malam adalah waktu kita bercengkerama dalam ruang yang memang begitu singkat dan terbatas, namun bahasamu begitu dalam, renyah, dan sekali lagi, sederhana. Lagi-lagi tak perlu bermewah-mewah, cukup dengan tangisan-tangisan pengakuan sebagai tanda pembaharuan hubungan, itu adalah alat terbaik untuk dasar dari sebuah revolusi.


Aku berdoa supaya kamu tetap sederhana. Kita tetap sederhana. Karena mencintaimu adalah caraku untuk melawan kapitalisme dengan cara yang paling sederhana. Di dunia dimana orang-orang menawarkan cinta dan romantika dengan bermewah-mewah, bahkan sering dengan kosmetik hipokrisi yang naif dan angkuh, aku ingin kita saling merindu dalam ruang yang sempit, dan kecil, yang tak banyak orang ingin menjalaninya: ruang hubungan jarak jauh, ruang yang sederhana meskipun ia memiliki kerumitannya sendiri-sendiri yang hanya kita berdua yang tahu. Yang pada suatu saat nanti, godaman-godaman rindu itu akan kita bayar tuntas, ketika aku dan kamu menjadi satu, sekali lagi, dalam bingkai kesederhanaan.  Aku jatuh cinta pada cinta yang sederhana. Cinta yang tak menuntut, tapi cinta yang kepadanya aku rela memberi segala-galanya.


Ah, Terimakasih, karena mencintaiku dengan sederhana. Terimakasih karena menjadi yang sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar