Sabtu, 18 Juli 2015

Contemplative Relationship



Akhir-akhir ini aku banyak berpikir dan merenungkan apa arti dari sebuah relasi. Secara khusus apa sih arti relasi antara dua insan: lelaki dan perempuan. Terutama dalam konteks anak muda: apa sih arti pacaran? 

[Ngomongin soal ini banyak buku yang ngebahas, eh dan aku jadi ingat waktu di seminari aku baca Joshua Harris, I Kissed Dating Goodbye (bener ngga judulnya? LOL), semua orang yang ngelewatin aku mereka akan teriak: Himawan bertobat! Bacanya bukan Barth sekarang tapi mau pacaran! Hahaha, setelah setengahnya membaca buku itu aku merasa sangat bosan, kulempar buku itu ke kursi dan kemudian berpaling lagi pada buku-buku filsafat wkwkwk teman yang meminjami buku itu heran dan berkata: cepet banget bacanya? waktu aku kembalikan bukunya] 

Nah back to topic. Apa sih arti sebuah relasi? Nah disini, dipengaruhi pendekatanku terhadap Youth Ministry, aku menawarkan arti sebuah relasi dengan istilah contemplative relationship!

Apa itu contemplative?

Aku ambil deskripsinya dari buku Yaconelly, Contemplative Youth Ministry:

Contemplation means "being" with God within the reality of the present moment. Contemplation is about presence. It's about attentiveness --opening our eyes to God, ourselves, and others. Contemplation is an attitude of the heart, an all-embracing hospitality to what is. Contemplation is a natural human disposition. It's the way in which we approached the world as children: vulnerable, open and awake to the newness of the present moment.
Singkatnya, kontemplatif adalah berada bersama-sama dengan Allah, setiap saat setiap waktu, setiap ruang, berjalan bersama-Nya. Maka, jika digandengkan dengan kata relasi, contemplative relationship dapat kita pahami sebagai relasi diantara dua manusia yang berjalan bersama-sama dengan Allah untuk menuju kebaruan yang terus menerus di dalam diri mereka. 

Nah, ciri khas penting dari contemplative relationship ini adalah ditandai dengan 

(1) refleksi-refleksi yang berkala diantara kedua belah pihak, lelaki dan perempuan. Apa yang kurang dariku, apa yang salah dengan omonganku, apa yang harus kulakukan untuk jadi orang yang lebih baik? Bagaimana Tuhan kita temui dalam relasi ini? Apakah engkau dan aku makin mengasihi Yesus daripada mengasihi pasangan? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk diajukan, karena contemplative relationship berpusat pada pengenalan akan Kristus, akan diri sendiri dan kemudian pasangan.

(2) momen-momen istirahat yang khusus. Semua hal di dunia ini, pasti melelahkan! Bukankah satu-satunya istirahat yang sejati ada di dalam hadirat Allah kita? Kecukupan dan keberlimpahan yang penuh hanyalah di dalam kasih Sang Mahakasih itu sendiri, maka memiliki waktu rest dari komunikasi pasangan adalah kunci penting. Memenuhi kasih dengan kasih sejati adalah bensin terbaik untuk kendaraan berelasi kita.

(3) tidak berorientasi pada aktivitas namun pada keintiman dan pengenalan. Dewasa ini orang pacaran dan berelasi dengan ditandai: baju couple, foto Instagram berdua, makan berdua, nonton berdua, liburan berdua, dan aktivitas yang dijalani bersama-sama. Aktivitas, atau kuantitas pertemuan, tentu penting, namun itu bukanlah yang terpenting. Yang terpenting adalah waktu kualitas dimana kita berbicara dan mendengarkan, memahami dan dipahami, berusaha mengerti dan diterima apa adanya. Jadi bisa saja begini, orang pacaran 2 tahun tapi nggak kenal apa-apa dari pacarnya, karena dia cuma berpusat pada aktivitas! Relasi yang kontemplatif begitu berbeda perspektif dengan activity based relationship. Bisa saja pasangan ini tidak pernah kemana-mana, tidak banyak orang yang tahu, kadang juga telpon dan chat begitu jarang karena masing-masing sibuk, tapi keduanya memusatkan pada diskusi, tukar pendapat, obrolan dan bahasa-bahasa kasih yang membuat fondasi relasinya makin pekat. Contemplative relationship dengan demikian, akan sangat baik dikembangkan bagi mereka yang sedang mengalami LDR alias hubungan jarak jauh. Aku sendiri pelaku nya! wkwkwkkwkwkw



Nah, di dalam refleksi-refleksiku tentang relasi ini, Roh Kudus mengingatkanku pada kalimat Rasul Paulus dalam Filipi 3:8: 
Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya.
Itu berarti, relasi/pacaran itu tak lebih penting daripada pengenalan akan Kristus Yesus. Relasi yang tak menghasilkan apa-apa dalam pengenalan akan Dia hanyalah sekedar relasi kosong yang didasari pada hawa nafsu, egoisme dan pencarian kepuasan hasrat manusiawi. Bukankah hanya Dia (bukan pacar kita) yang bisa memenuhi segala sesuat? Bukankah hanya Dia (bukan pacar kita!) Sang Gembala yang baik, air hidup yang abadi, kasih yang sejati, dimana kita merasa cukup?

Pertanyaan bagi pembaca, kalau engkau yang belum pacaran, mau membangun jenis relasi yang bagaimanakah engkau? Berpusat pada aktivitas dan sekedar keren-kerenan supaya tak dicemooh jomblo ngenes tak berpengharapan? Atau relasi yang berpusatkan pada keberadaan bersama Allah?

Lalu, kalau engkau sudah berpacaran, relasi apa yang kamu miliki?  







#Pregbund, 18 Juli 2015. rest day 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar