Catatan perjalanan sebagai manusia yang menghidupi jalan kemuridan Kristus yang radikal
Rabu, 05 Agustus 2015
untuk perempuan yang sedang berada dalam pelukan
Aku malu pada rindu, karena aku selalu mengusirnya bertalu-talu
Aku takut pada rindu, karena menjumpainya adalah sakit yang menderu
Aku enggan berbalut rindu, karena selimutnya seumpama selubung kabut yang membatu.
Dan kalbu menjadi luruh karena rindu yang memekik seribu, menggaduh serbu, mengguncang penuh gemuruh!
Terimakasih pada cinta, meski tiga tahun ia perlu menunggu. Kadang sesal menjadi sendu, mengapa aku tak berani malam itu?
Betapa pengecutnya aku, menghindar dari tuduhan dan penghakiman sosial dan memaksakan perasaan terhanyut oleh waktu.
Kini aku disiksa rindu, kepada perempuan yang (tidak) sedang berada dalam pelukan.
Andai jarak tiada berarti, kata seorang pesenandung lagu, tentu rindu tak perlu berproklamasi dengan angkuh.
Namun, aku mencoba menyadari, ini adalah konsekuensi situasi yang berpadu dengan hukuman sang waktu.
menjalaninya dengan syahdu serta penuh seru pada sang pencipta rindu, adalah gagasan terbaik yang bisa dijalani tanpa sungut-sungut yang tak perlu.
aku merindu padamu, kekasihku.
*judul puisi ini terambil dari lagu Payung Teduh
Pregbund 23, untukmu yang bermata elok, berpipi binar dan bermuka riang yang sedang meriang ^^, cepatlah sembuh!
Surabaya-Jakarta 6 Agustus 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar