Kamis, 12 Desember 2013

Refleksi dari lukisan Rembrandt “Jacob Wrestling with The Angel”: Mencari Arti Lelaki Sebagai Seorang Pemenang


Kalau anda perhatikan seksama, sampul buku ini memakai lukisan dari pelukis terkenal Belanda, Rembrandt Van Ryn, yang berjudul “Jacob Wrestling with The Angel.[1]  Lukisan itu memotret puncak atau klimaks dari perjalanan hidup seorang Yakub, tokoh Alkitab, yang dalam Camp Men’s Breakthrough kali ini menjadi cerminan setiap kita.  Refleksi ini memusat pada dua aktor yang dilukis Rembrandt: Yakub dan malaikat.

Pertama, sosok Yakub.  Saya rasa kita semua akan setuju jika dikatakan: kisah Yakub adalah kisah kita semua, kisah para lelaki.  Ia lahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara di tengah keluarga yang mengakarkan iklim favoritisme, dan melegalkan suasana kompetisi yang saling menjegal di antara saudara sedarah. Kondisi keluarga ini membesarkan Yakub menuju sosok lelaki yang manipulatif, sifat yang bergaris lurus dengan arti namanya “penipu.”  Lihatlah Yakub, dengan tipu muslihatnya ia mengambil hak kesulungan dari Esau dengan semangkok kacang merah. Ia menipu ayahnya juga untuk mendapatkan berkat, sebuah hal yang dipelopori ibunya, tetapi saya yakin ia menyetujui dan menikmatinya, demi dirinya sendiri. 

Yakub lari ke tempat Laban karena takut atas ancaman Esau, di sini ia menjadi peternak yang berhasil. Lelaki yang juga pecinta itu pun berhasil mendapatkan gadis idamannya. Ah, bukankah ini status yang sangat umum harus dan ingin dicapai oleh para lelaki? Lelaki yang menjadi pemenang adalah seorang penakluk, penguasa, pejuang dan pemilik keindahan. Ya, Yakub mendapatkan itu semua.  Tetapi benarkah ia lelaki yang menjadi pemenang?

Aksi tipu menipu Yakub tak berhenti di situ, ia kelabuhi mertuanya sehingga hartanya semakin banyak.  Strategi manipulatifnya tak berhenti, menjelang bertemu dengan Esau, ia membujuk rayu kakaknya dengan harta benda.  Namun, semua berubah ketika si lelaki yang mencoba untuk terus-menerus menjadi pemenang itu, datang ke sungai Yabok, tempat di mana ia menjadi lelaki yang kalah.

Rembrandt melukis Yakub sebagai seseorang pria yang gagah, cambang lebat dan kekar adalah tanda seorang lelaki bagi era Rembrandt.  Pakaian yang dipakai Yakub dalam lukisan Rembrandt adalah pakaian seorang gembala. Jangan membayangkan gembala sebagai pekerjaan yang mudah, santai dan menyenangkan! Gembala adalah pekerjaan yang keras: melindungi dari hewan-hewan buas, mengatur domba-domba dungu, bertarung dengan sengat mentari dan dinginnya tusukan malam.  Tentu pekerjaan seorang gembala adalah awal menjadi seorang pemimpin yang handal.  Yakub telah teruji dalam itu semua. 

Maka pertarungan Yakub dengan sosok Ilahi, seorang malaikat (yang adalah representasi dari Allah sendiri, melek, yang artinya “utusan” identik dengan sang pengutus, sehingga pergelutan dengan malaikat ini adalah pergelutan dengan Allah sendiri), adalah ujian terhadap kekuatan Yakub sebagai seorang lelaki.

Kekuatan Yakub sebagai seorang lelaki amatlah kuat, perhatikan Rembrandt melukisnya dengat akurat: kedua tangannya tak terlihat, mungkin sibuk menyerang untuk mengalahkan lawan.  Penulis Alkitab melaporkan, “Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia [Yakub] sampai fajar menyingsing.  Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya. . .” Sangat kuat, sangat ambisius, sangat lelaki?

Kedua, sosok malaikat. Lelaki lawan dari Yakub ini juga tak kalah kuat.  Menariknya Rembrandt melukis wajah malaikat sebagai seorang lelaki yang lemah lembut.  Perhatikan matanya yang memandang kepada Yakub. Itu adalah sebuah tatapan anugerah dan kasih karunia.  Tangannya kanannya memberikan pelukan, tangannya yang lain dan lututnya menyerang bagian utama pertahanan Yakub: sendi pangkal paha.  Kejadian 32:30 menjelaskan bahwa lelaki itu adalah Allah sendiri. Pihak superior itu memandang dengan mata menyorotkan kasih karunia, yang seolah-olah berkata kepada Yakub: kapan kamu berhenti untuk mencari kemenangan dengan caramu sendiri?  Kapan kamu ingat padaku Allah penguasa hidupmu? Tidakkah kamu sadar bahwa kamu hanyalah sesosok lelaki dengan berbagai kelemahan? Kapan kamu menyerah kalah?

Kemenangan Seseorang Yang Kalah
Jika kita perhatikan dengan seksama kisah di Kejadian 32, orang itu berkata kepada Yakub, “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.”  Menurut saya, kalimat ini mengundang banyak pertanyaan.  Jelas-jelas Yakub-lah yang terpukul. Yakub-lah pihak yang kalah.  Lagipula, inferioritas Yakub di depan Sang Malaikat itu begitu ketara.  Malaikat itu memberi nama baru kepada Yakub.  Pada masa itu, pemberian nama oleh seseorang kepada pihak yang lain, menunjukkan kekuasaan dan kebesaran pihak pemberi nama di atas pihak yang namanya dibaharui.  Oleh karena itu  jelas, malaikat-lah pemenangnya dan bukan Yakub.

Pada akhirnya, Yakub tampil sebagai lelaki yang kalah, tetapi ia disebut menang.  Inilah kemenangan seseorang yang kalah.

Tanpa Yakub menjadi kalah, ia takkan dapat menjadi seorang pemenang.  Tanpa Yakub mengosongkan dirinya, ia takkan bisa menerima pemberian Allah.  Tanpa Yakub menyerah (surrender) dan mengakui kelemahannya (vulnerable), ia tidak bisa menikmati anugerah dan kekuatan Allah. Tanpa Yakub melepaskan genggamannya, ia takkan punya tangan yang terbuka menerima berkat-Nya. Tanpa Yakub berhenti berusaha dengan caranya sendiri, ia takkan mencapai tujuan dan rencana-Nya.

Inilah inti menjadi seorang pemenang dari perspektif firman Tuhan: kalah di hadapan Allah, supaya kita menang di dalam kemenangan-Nya.

Epilog: Lelaki yang menjadi pemenang adalah lelaki yang spiritual

Coba anda searching di mesin pencari Mbah Google dengan kata kunci “lelaki” dan “menjadi seorang pemenang.”  Anda akan menemukan bahwa budaya dunia kita masa kini, memberikan arti lelaki yang menjadi pemenang dengan gambaran pria-pria kekar, kaya, penuh dengan kekuasaan, dan dikelilingi wanita cantik.  Dari refleksi kita pada lukisan Rembrandt dan kisah Yakub di Sungai Yabok di atas, benarkah ini artinya?  Sungguh, kita perlu menggugatnya dan mencari arti yang sejati.

Pada akhirnya, usaha menemukan dan mengerti arti yang tepat tentang “lelaki yang menjadi pemenang,” menuntut kita untuk kembali kepada kisah penciptaan lelaki pada Kejadian 1-2.  Di situ kita melihat, lelaki diciptakan dengan hembusan nafas Allah.  Itu berarti identitas lelaki yang sejati, hanya bisa kita temukan di dalam relasi kepada Allah.  Romo Deshi Rahmadani, SJ menulis:
kepada kita para lelaki, sebenarnya dipercayakan sebuah misi besar misi besar untuk menyadarkan para sesama lelaki tentang hal ini.  Untuk itu, kita sendiri perlu terlebih dahulu memeluk erat-erat identitas kita sebagai lelaki spiritual.  Menjadi lelaki sejati tidak bisa dilakukan dengan sekadar memilih musik keras, kopi kental atau rokok cerutu. Tidak pula dengan mengolah otot atau mengumbar kemarahan pada setiap orang yang memotong jalur kendaraan kita.  Jika kita mau menjadi lelaki sejati, kita harus menjadi sangat spiritual.[2]
Yakub meraih identitas lelaki sebagai pemenang, ketika ia menemukan damai (rest) di dalam Allah. Saat itulah ia meraih hakikatnya sebagai lelaki spiritual.  Jadi, lelaki sebagai seorang pemenang adalah berkenaan dengan kehidupan rohani kita.

Sampailah kita pada titik, di mana kita perlu memandang Yesus Kristus. 

Misteri inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah kisah tentang Allah yang turun dalam rupa seorang lelaki! Dan tahap-tahap kehidupan Yesus membuktikan bahwa Ia adalah seorang lelaki sejati. 
Ia adalah Putra yang secara istimewa dikasihi oleh Bapa-Nya (boy); Ia adalah lelaki yang siap bertualang menjelajah wilayah dan tantangan baru (cowboy); Ia adalah lelaki yang melihat jelas sebuah visi baru dan membiarkan tangan-Nya ikut terkotori, terluka, berlumuran darah, dalam pertempuran sebagai seorang pejuang yang berani (warrior); Ia adalah lelaki yang memiliki hati yang mengagumi keindahan manusia yang dari dalamnya terpancar daya ilahi (lover); Ia adalah lelaki yang memiliki kuasa begitu besar dan sungguh tahu bagaimana menggunakan kuasa-Nya agar semua orang yang ada di bawah kekuasaan-Nya dan yang terbuka pada-Nya mengalami peningkatan kualitas kemanusiaan (king); Ia adalah seorang lelaki yang kehadiran-Nya selalu dibutuhkan karna dari-Nya terpancar nasihat, peneguhan, peringatan, dan pelajaran berharga tentang hidup (sage).  Benar, lelaki itu adalah Yesus! Terpisah dari Yesus, kita sebagai lelaki sungguh akan dibingungkan, tak tahu lagi arah tujuan kita karena Sang Anak Domba Allah adalah juga Sang Singa dari Yehuda![3]

Saat ini di Camp Men’s Breakthrough, Lelaki Sejati yaitu Yesus Kristus itu memandang kita dengan wajah-Nya yang penuh kasih karunia, dan kasih setia Ilahi.  Ia menanti kita untuk tunduk, mengakui kekalahan kita, sehingga kita menemukan kemenangan di dalam-Nya.  Ajakannya begitu lemah lembut, namun juga begitu dahsyat: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”

Maukah anda?


#Tulisan ini ditulis dalam rangka Camp Men's Breakthrough, kisaran bulan Oktober 2013




[1]Lih.  www.gutenberg.org/files/19602/19602-h/19602-h.htm#l
[2]Adam Harus Bicara (Jakarta: Kanisius, 2010) 278. Saya menyarankan untuk para lelaki dapat membaca buku ini.  Meskipun ditulis oleh seorang Romo Gereja Katolik Roma, kita dapat menyetujui pendapat-pendapatnya tentang lelaki di dalam buku ini.
[3]Ibid. 281

Tidak ada komentar:

Posting Komentar