Rabu, 20 Agustus 2014

Tentang Hobi

Salah satu dosenku di seminari pernah mengajar kira-kira begini [aku lupa di mata kuliah apa, kalau tak salah Kepemimpinan Kristen: "Anda itu, nanti kan bakal mengalami rutinitas pelayanan yang begitu-begitu saja. Maka anda harus punya hobby, yang membuat refreshing. Jangan hobi: baca buku thokk saja."  Aku ingat waktu beliau bicara seperti itu, aku mbesungut, kecewa pada kata-katanya, hahaha tentu saja, karena kalau dulu ditanya hobi-ku apa, maka jawabku cuma satu: membaca. Potret orang bahwa diriku adalah kutu buku yang tak menarik diajak bicara atau bersosialisasi adalah potret yang terus kuhadapi bertahun-tahun usiaku (alay!).



Nah, beberapa bulan yang lalu, aku merasa mentok dengan rutinitas. Hobiku membaca buku juga mentok, mau baca buku riset teologi eneg, baca buku spiritual devotional kok nggak ada yang baru ya, baca novel roman apalagi, dipenuhi kekecewaan utopis hahaha. Lalu aku mengalihkan ke hobi yang lain (yang kutemukan waktu aku praktik setahun): nonton film! Ya, aku suka nonton film! Film jenis apa pun, apalagi yang script-nya kuat dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak adalah kesukaanku. Bahkan aku cantumkan dalam finance planning pribadiku, ada anggaran bulanan untuk nonton bioskop minimal 2 kali sebulan. Namun entah mengapa, hobi nonton film pun gagal memberikan energy baru di dalam diriku dan rutinitas yang kujalani. Sampai akhirnya aku mendapati hobi baru. . . ..  . . . . .




NAIK GUNUNG!!!!!!



Seperti teman-teman pembaca blog yang tak kunjung tenar ini ketahui, idul Fitri yang lalu aku mendaki Semeru. Belum tuntas sih, tapi oke lah ya. Nah, sejak naik Semeru itu aku jadi keranjingan segala hal yang berbau gunung dan aktivitas di luar ruangan.  Selalu saja ada waktu dalam seminggu untuk Youtub-ing tentang gunung dan pendakian, browsing barang atau alat2 untuk mendaki, dan kalau sempat, main ke toko jualan adventure gear semacam Rei, Consina, Eiger yang di Surabaya, daerah Bratang tuh pusatnya. Saat ini aku sedang menabung dan mencari-cari info tentang sepatu yang bagus untuk naik gunung. Semoga bisa dapat produk Jack Wolfskin hehehe. 

Lalu apa yang terjadi pada diriku setelah menemukan hobi baru ini? Seriusan, naik gunung adalah Mesias yang menyelamatkan diriku dari jurang ketidakdisiplinan hidup. Sekarang, gara-gara target sebelum usia 30tahun sudah mendaki 3 puncak di Indonesia (Semeru di Jawa, Kerinci di Sumatra, Rinjani di Lombok), hidupku jauh berusaha lebih disiplin. Mengurangi kopi sehingga tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi. Lari minimal 30 menit tiap hari disertai dengan pemanasan ringan, sit-up dan lainnya. Makan teratur, juga mengerjakan target2 yang ingin dicapai di awal tahun (menulis 1 artikel ke jurnal teologi dan menerbitkan buku renungan tentang spiritualitas).  Lalu finansial yang hemat dan ketat mengingat harus menabung supaya bisa pergi ke tempat-tempat yang diingini.  Lagipula, nilai-nilai hidup seorang pendaki mulai meresap ke dalam diri: soal rendah hati, soal mengatur segala sesuatu dengan baik dan bertanggung jawab, soal pantang menyerah untuk mencapai tujuan. Memang, gunung dan pendakian adalah sebuah alat untuk transformasi manusia. Hehhehehe.

Nah, apa yang aku mau bagikan?

1. Milikilah hobi yang membawamu menjadi manusia yang utuh di tengah dunia yang sibuk berkompetisi ini. Kehidupan perkotaan bisa membuat kita lupa siapa kita, nilai-nilai yang luhur tentang manusia Indonesia pun menjadi tak relevan lagi. Hobi naik gunung membuatku ingat tentang siapa aku ini, bahwa aku adalah manusia Indonesia yang perlu memberi dampak pada kemajuan bangsa. Jokowi, presiden baru kita nanti, adalah anggota pecinta alam dan pernah naik Puncak Kerinci waktu ia muda. Barangkali, ide "revolusi mental" didapatnya ketika ia mendaki salah satu gunung di Indonesia, lalu mendapati kenyataan begitu bobroknya manusia Indonesia (ini serius, Gunung Bromo mulai tidak laku bagi wisatawan asing karena kotor, Gunung Lawu terbakar karena para pendaki yang nggak bener nyalain api unggun), dan kemudian jiwanya bergelora untuk membawa perbaikan ke negeri ini. Soe Hok Gie, pahlawanku, mati di usia muda ketika ia mendaki gunung semeru (kutipan terkenalnya tentang alasan naik gunung ada di postingan sebelumnya).  Hobi apa pun yang kita miliki, menulis, baca, sepeda, main futsal, music, biarlah itu membawa kita masuk ke dalam ruang-ruang kemanusiaan kita, dan berjumpa dengan kemanusiaan kita yang terdalam yang sering samar dibekap halimun kehidupan.

2. Bagi orang Kristen, milikilah hobi yang sesuai dengan jalur spiritual pathways-mu dan mengantarkanmu untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Kamu bisa baca tentang spiritual pathways di postingan bulan lalu :) Nah, melalui hobi naik gunung, karena aku adalah seorang naturalis, aku makin mengalami betapa besar, akbar, dan megahnya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi.  Bagi kamu yang orang indrawi, hobi yang berkenaan dengan music dan kerajinan tangan mungkin membantu untukmu makin mengalami Tuhan.  Bagi kamu kaum pemerhati, hobi memerhatikan dan mengajar anak jalanan akan membawamu pada pengalaman perjalanan bersama Yesus.  Bagi kaum intelektual, maka nonton video debat Licona vs Erhman akan menjadi oase bagi padang gurun spiritual rutinitas harianmu. Karena hobi adalah sesuatu yang menyenangkan untuk memulihkan jiwa, maka ia, berkenaan dengan kehidupan spiritual, harus memulihkan pula hubungan kita dengan Tuhan.


Nah, ini hobiku, bagaimana dengan hobimu? Mereka yang berkata "aku tidak punya hobi karena aku sibuk" adalah orang-orang yang pantas dikasihani, karena mereka terjerumus pada kesibukan duniawi yang membuat manusia jadi robot yang adalah eksistensi tak bermakna. Salam!


Ranu Kumbolo dari perspektif Tanjakan Cinta, aku suka spot ini!


2 komentar:

  1. hm, Kak Him suka naik gunung ya?
    Aku pingin sih naik gunung tapi takut ketinggian.

    kalau aku, lebih suka menghindari kebosanan dengan main musik atau olahraga.

    Nice post kak.

    BalasHapus