Rabu, 29 Oktober 2014

Di Lorong Kelas

Usai jam makan malam itu kita berjalan bersama menyusuri lorong.  Menurutku, dunia selalu diam tak bergerak ketika kita berdua saling berbicara dan mendengar. Lalu kita duduk di atas kursi, menikmati canda dan kemesraan. Tak ada siapa-siapa, karena kita tak lagi peduli pada apa pun juga.  Barangkali hanya tiang-tiang pancang lorong di kampus putih yang selalu memerhatikan kita, dalam diam.

“Memang kamu nggak pernah punya perasaan sama seorang pria satu pun?”

“Pernah dulu, sama temennya koko-ku, tapi ya nggak jadi. .”

“Trus, nggak pernah lagi?”

“Pernah ditembaklah, tapi ya aku tolak lah kak.”

“Kenapa gitu? Punya perasaan terancam yo?” Aku tahu itu. Karena kau sering berkisah kepadaku tentang masa lalumu. Tentang keluargamu. Tentang relasimu. Tentangmu.  Ilmu Pastoral Konseling yang kupelajari selama beberapa semester di Seminari selalu bermanfaat ketika kita berusaha menjalin relasi dengan seseorang.

“Iya kayaknya. Aku susah percaya sama cowok. Nggak merasa aman. Kata konselorku aku selalu merasa ketakutan.”

“Wah, susah, tapi sekarang? Bukannya lagi deket sama seseorang?”

“Mana ada?”

alaaah, ga usah disembunyiin deh, aku tau matamu.”

“Mataku kenapa?”

“Matamu yang selalu terpesona ketika berbicara dengannya, dan rasa penasaranmu ketika mendengar namanya, kamu yang begitu berbeda ketika ia ada.”

“Hmmm. Ga tau deh.”

“Jatuh cinta nggak papa kok.”

“Gitu ya? Tapi aku takut.”

“Iya. Tanya Tuhan yang penting.” Aku tersenyum sembari berlagak gagah, padahal saat mengatakan ini hatiku gelisah gundah. Aku takut aku harus melepaskanmu supaya kamu bisa bersamanya. Aku takut aku tak bisa lagi melindungimu karena kau memilih dilindungi yang lain.

“Oke deh. Kakak doakan aku yah? Aku takut. Karena banyak orang bagus di luarnya, tetapi di dalamnya mengecewakan.”

“Yah, itulah, makanya hati-hati, kenallah seseorang sampai kamu benar-benar mengenalnya.”

“Bener. Ya sekarang lagi kenal-kenal aja sih Kak. Kalau Tuhan mau aku jadian ya jadian. Kalau enggak ya nanti deh liat.” Saat itu aku tahu. Kamu mencintainya.

“Oke. Nah sekarang, Selamat kuliah ya.” Lalu aku pergi meninggalkanmu melangkah menuju perpustakaan seberang kelas tempatmu kuliah, dengan langkah-langkah yang begitu berat.

Sampai di meja tempatku belajar, hatiku terasa berlobang, tiba-tiba aku mataku perih, jadi ini rasanya patah hati. Ketika seseorang yang ingin kau lindungi dengan segenap hidupmu, menautkan hatinya pada yang lain. Ketika kau harus menyerah pada perasaanmu ini dan memilih untuk berlogika. Kututup laptopku dengan kasar. Kuringkas semua barang. Kutinggalkan perpustakaan, dengan hati yang begitu berat. Aku masuk kamar lebih cepat untuk bisa segera menangis.  Malam itu aku tak bisa tidur sampai subuh, hatiku benar-benar hancur.

Cinta selalu punya dua sisi. Menyenangkan karena kita akan berdansa dengan perasaan-perasaan yang membuat dunia selalu penuh dengan bunga, matahari dan kesenangan-kesenangan. Menghancurkan ketika hati tak terpilih, dan kita akan menjerit pedih dalam kesendirian duka, tak ada siapapun di dalam lubang yang gelap ini. Hanya ada aku sendiri, bertahan untuk tidak mati.

 
 #Pregolan Bunder 36, 2013, sesekali nulis yang galau galau ah..

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar