Sabtu, 19 Januari 2013

Im-Possible: Mengubah Ketidakmungkinan Menjadi Kemungkinan (Matius 21:22). . .part 1



Pendahuluan

Saya jadi ingat sebuah film di tahun 2011, yang baru saya tonton belakangan ini: Mission Impossible: Ghost Protocol.  Film ini menceritakan tentang agen Ethan Hunt, yang diperankan aktor ganteng Tom Cruise.  Agen Ethan yang dibebaskan dari sebuah penjara di Istanbul, dituaskan untuk menghentikan proyek perang nuklir, yang hendak dimulai oleh Cobalt, atau Kurt Hendrick. Seperti biasa, ada tembok-tembok ketidakmungkinan yang menghadang langkah penyelesaian misi Agen Ethan.  Misalnya, ketika ia sedang nyamar di Kremlin, ternyata disadap, akhirnya misinya gagal dan tersendat. Atau tiba-tiba, saat melakukan operasi memanjat dinding, alatnya rusak. Ada banyak penghalang-penghalang, yang seolah-olah membuat misi menjadi impossible, misi yang penuh dengan ketidakmungkinan. Tetapi sebuah film, kayaknya, selalu happy ending: misi selesai, roket nuklir yang sudah meluncur pun meledak di atas udara, bukan di New York. Agen Ethan tampil menjadi seorang pahlawan yang mengubah ketidakmungkinan, menjadi kemungkinan.

Sesungguhnya, hidup kita mirip kisah hidup agen Ethant. Kita punya misi, kita punya tujuan yang harus kita capai, impian, cita-cita, harapan, dan banyak hal yang hendak kita tuju di depan sana. Masalahnya, hidup anda dan saya, seringkali diperhadapkan dengan tembok-tembok ketidakmungkinan. Entah itu dari luar, atau dari dalam diri kita. Hal yang ingin saya sampaikan adalah

Sebagai anak-anak Tuhan, kita sanggup mengubah ketidakmungkinan menjadi sebuah kemungkinan, Mission I’m-possible.

Apa sih tembok-tembok ketidakmungkinan yang biasanya hadir dalam hidup kita? Ia bisa jadi masalah dalam diri kita, atau situasi di luar diri kita!

Sekarang pertanyaannya: Bagaimana mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan?

1.      Hidup dalam keintiman atau kedekatan dengan Allah

Penjelasan

Dalam perikop Matius 21 ini Yesus menghadapi tembok ketidakmungkinan yang dialami oleh murid-muridNya. Ketika Tuhan Yesus mengutuk pohon ara supaya tidak berbuah, dan itu terjadi, murid2nya bertanya bagaimana mungkin?” Sebuah pertanyaan yang juga selalu hadir dalam hidup kita, kalau kita terpentok tembok ketidakmungkinan. “Emang bisa ya?” “mosok iso” adalah frasa-frasa yang sesinonim dengan frasa “bagaimana mungkin,” dimana dalam frasa ini tersirat ketidak percayaan, keraguan, dan kebimbangan.

Menerobos tembok ketidakmungkinan itu, Yesus pun berkata lantang “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berkata apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Hal itu akan terjadi.”  Ide tentang memindahkan gunung adalah sebuah gambaran atau metafora tentang hal yang tidak mungkin dilakukan, Tuhan Yesus memakainya sebagai ungkapan bahwa itu pun bisa dilakukan.

Lalu Tuhan Yesus melanjutkan “dan apa saja yang kamu minta dalam doa” apa yang terkandung dalam kalimat ini? Kalimat ini berisi kerinduan Yesus agar para muridnya itu berdoa, kalau mereka menghadapi tembok ketidakmungkinan, maka yang paling baik adalah hidup dalam doa, artinya hidup dalam keintiman dengan Allah. Artinya, mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan, selalu dimulai dengan memiliki hidup yang berdoa. *

Kenapa saya mengubah bahasanya “hidup dalam doa” dengan “hidup dalam keintiman dengan Allah?” Karena, seringkali konsep berpikir kita tentang doa adalah sebagai sesuatu hal yang sangat membosankan, garing dan boring. Setuju nggak? Kalau doa syafaat di hari minggu kan, pasti pikiran kita kemana-mana. Jujur saja, saya juga mengalami hal itu kok. Doa, bagi sebagian besar orang Kristen adalah suatu hal yang tidak lagi menarik. Padahal butuhnya jelas. Nah, karena itu, supaya lebih mudah merevitalisasi serta membangkitkan spiritualitas kita serta supaya lebih menarik, doa itu saya gantikan dengan hidup dalam keintiman dengan Allah. Intim. Dan bagi Tuhan Yesus, masalah doa dan masalah keintiman dengan Allah ini adalah masalah penting. Makanya Tuhan ngajarin tentang Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus juga pernah negur murid-muridnya, yang ketika di Getsemani, tidak sanggup berjaga2 utk berdoa bersamanya.

Lebih lanjut perlu kita pahami lagi bahwa inti hidup kekristenan itu sebenarnya adalah relasi. Klo kita berelasi dengan seseorang, pacarmu misalnya, tentu indah kan klo ketemu, gandengan tangan, ngobrol, tatap mata, dia ada masalah kamu dengerin, kamu ada masalah bahunya tersedia. Ciyeh, kalau kayak gitu kan rasanya dunia ini indah, cuma milik berdua. “Jalanan boleh banjir asalkan aku mendayung perahu bersama kekasihku.” Relasi yang intim itu indah bukan? Nah, seharusnya demikian juga hidup kita bersama dengan Tuhan: relasi yang deket, intim, dimana dari pagi sampai malam, kita hidup bergaul dengan Dia.  Itulah hidup dalam doa. Maka, kalau hidup kita demikian, tembok ketidakmungkinan apa pun yang menghadang kita, akan kita ubah menjadi kemungkinan demi kemungkinan, lha wong kekasih kita loh Allah Pencipta langit dan bumi.

Kalau lihat kesaksian Alkitab, orang-orang yang menembus tembok ketidakmungkinan dan mengubahnya menjadi kemungkinan, orang2 yang im-possible, adalah orang-orang yang memiliki kehidupan doa, memiliki keintiman dengan Allah. Sebut saja: Hana, dari yang tidakmungkin punya anak, jadi mungkin punya anak, yaitu Samuel. Daniel, yang tidak mungkin selamat dari mulut singa, mungkin selamat. Daud, si anak bungsu yang kecil, yang tidak mungkin jadi Raja Israel, mungkin jadi raja, dia punya beragam Mazmur yang indah. Tuhan Yesus? Si Miskin dari Nazaret, tidak mungkin rasanya menjadi juruselamat, tetapi Ia sendiri intim dengan Bapa di surga, dan mungkinlah Dia menjadi juruselamat kita. Mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan, selalu dimulai dengan hidup yang berdoa, intim dengan Allah.

Yakobus 4:2 berkata “Kamu tidak memperoleh apa-apa karena kamu tidak berdoa” atau dalam bahasa saya: kamu nggak bisa apa-apa, karena kamu nggak punya hidup yang dekat dengan Tuhan.

Ilustrasi
Ada sebuah kisah mengenai George Muller, seorang raksasa iman dari Inggris, dimana ia mempunyai sebuah pelayanan panti asuhan yang besar.  Di suatu pagi, waktu itu adalah waktu makan pagi, dan di sana tidak ada makanan sama sekali. Persediaan makanan mereka habis tepat pada malam sebelumnya.  Seorang anak asuh George Muller datang kedepannya, dan Muller memegang tangannya lalu berkata, “datang dan mari lihatlah apa yang Bapa kita akan lakukan.” Di ruang makan, meja yang panjang telah dipasang dengan piring yang kosong dan cangkir yang kosong. Tidak ada makanan di dapur, dan juga tidak ada uang di akun rumah itu. Muller berdoa, “Dear Father, Ya Bapa, kami bersyukur kepadaMu bagi apa yang Engkau berikan untuk kami makan.” Kemudian, usai berdoa, mereka mendengar ketukan di pintu.  Ketika mereka membukanya, mereka melihat tukang roti berdiri di hadapan mereka. Ia berkata: “Mr. Mueller, saya tidak bisa tidur semalam. Entah mengapa, saya merasa bahwa engkau tidak ada roti untuk makan pagi ini, maka dari itu saya bangun jam 2 pagi, dan membuat roti yang baru. Inilah untuk kalian.”  Muller pun berterimakasih padanya dan mengucap syukur pada Allah. Tidak lama setelah itu, ada ketukan kedua yang mereka dengar. Ternyata itu adalah tukang susu.  Kereta yang dipakainya untuk berjualan terjatuh di depan panti asuhan itu.  Lalu dia berkata bahwa ia ingin memberikan anak2 itu susu itu sehihingga ia bisa membawa kereta yang kosong dan dengan mudah memperbaikinya.  Kisah yang indah bukan mengenai hidup yang sanggup mengubah ketidakmungkinan menjadi kemungkinan.  Yang dimulai dengan doa dan keintiman dengan Allah.

Aplikasi
Saya yakin setiap kita memiliki apa yang namanya tembok ketidakmungkinan, sesuatu yang membuat diri kita berkata “bagaimana mungkin.” Sesuatu yang membuat kita pesimis, bermalas-malasan, enggan menghadapi tugas dan kewajiban kita. Tembok ketidakmungkinan itu bisa saja berasal dari dalam, masalah kepribadian kita. Atau, tembok ketidakmungkinan itu berasal dari luar, situasi atau keadaan hidup kita. Misalnya saya, tembok ketidakmungkinan saya adalah saya dari dulu, selalu punya perasaan inferiority alias minderan.  Ketika minderan ini menguasai: kayake nggak mungkin deh bisa khotbah, kayake nggak mungkin deh melayani. Akhirnya, saya tidak bisa berkembang, sebelum Tuhan memulihkan rasa percaya diri.  Dan perubahan itu, dimulai dengan saya yang mulai kenal diri saya di dalam Tuhan: adanya hubungan intim dalam doa dan firman.

Karena itu milikilah hidup yang intim dengan Allah. Kalau hidupmu berelasi dekat dengan Dia, Ia akan memberi kekuatan baru, semangat untuk menjalani kegiatan sehari-hari, karena engkau menjalaninya tidak sendirian, tetapi bersama dengan Dia. Doa juga akan membuat kita melihat kemungkinan2 yang Tuhan telah sediakan dalam hidup kita. Doa akan menguatkanmu ketika studi sedang sulit. Doa akan menenangkanmu ketika hatimu begitu kuatir. Doa akan membuatmu merasa tenteram walau ditengah badai, tenang walau segala sesuatu sedang chaos. Doa akan membuatmu mampu mengubah ketidakmungkinan yang menguasai dirimu: ketidakmampuan akademis, ketidakmampuan ekonomi, diri yang merasa tidak sanggup, tetapi di dalam dan bersama dengan Tuhan, engkau akan mengubah itu semua menjadi sebuah kemungkinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar